Jumat, 23 November 2018

MEMBANGUN KEPUASAN PELANGGAN MELALUI MUTU


Yosep Belen Keban

(yosephbelen@gmail.com)


Kata Pengantar


            Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya yang begitu besar sehingga makala ini dapat tersusun  dengan baik dan bisa selesai tepat waktu. Tak lupa pula penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi secara aktif maupun pasif dalam memberikan sumbangsi baik itu secara materi maupun pikirannya.
            Penulis sangat mengaharapkan bahwa makalah ini dapat menambah pengetahuan atau paling tidak dapat membuka cakrawala pemikiran bagi sidang pembaca, agar pada suatu momen nanti bisa dijadikan referensi atau dapat memperbaiki bentuk maupun manambah isi makalah ini agar menjadi lebih sempurna.
            Penulis juga menyadari keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis terutama dalam mempredikasikan makalah ini sehinggah makalah ini jauh dari kesempurnaan atau dengan kata lain mengalami kekurangan di sana-sini. Dengan demikian, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang tentunya bersifat konstruktif.



                                                                                                Malang, 22 November 2018


                                                                                                             Penyusun










DAFTAR ISI



BAB I

PENDAHULUAN


Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (UURI No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Berangkat dari definisi di atas peran pemerintah terutama dalam pembenahan sistem pendidikan sangat dominan guna tercapainya tujuan pendidikan itu sendiri. Untuk mencapai tujuan itu aneka kebijakan dikeluarkan agar pendidikan di Indonesia berjalan pada arah yang benar. Salah satu cita-cita nasional yang harus terus diperjuangkan oleh bangsa Indonesia ialah upaya mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pendidikan nasional. Masa depan dan keunggulan bangsa kita ditentukan oleh keunggulan sumber daya manusia yang dimiliki, di samping sumber daya alam dan modal. Hal ini dilakukan untuk menciptakan atau melahirkan generasi bangsa yang memiliki karakter cinta akan tanah air.
 De facto dalam pelaksanaan atau prakteknya pendidikan Indonesia belum menghasilkan sumber daya manusia yang mampu bersaing dengan negara lain. Mengenai masalah pendidikan perhatian pemerintah kita masih sangat minim. Ini tercermin dari beragamnya masalah pendidikan yang makin kompleks. Kualitas siswa yang masih rendah, mengenai efektivitas program pengajaran, rekrutmen tenaga kependidikan, minimnya sarana-prasaran dalam dunia pendidikan, sampai UU Pendidikan yang terasa semakin kacau. Singkatnya elemen kunci dalam pendidikan baik itu input, proses, dan output belum diperhatikan secara maksimal sehingga pendidikan kita belum bisa mengasilkan outcomes yang diharapkan. Dewasa ini, mutu pelayanan telah menjadi perhatian utama dalam memenangkan kompetisi. Mutu pelayanan itu dapat dijadikan sebagai sebuah strategi dari lembaga atau organisasi untuk menciptakan kepuasan konsumen. Hal itu dapat ditelisisk dalam dunia pendidikan kontemporer di mana upaya peningkatan kualitas pendidikan kini lebih berpusat pada kebijakan mutu sebah lembaga daripada kebijakan pemerataan pendidikan. Agar mutu pendidikan meningkat, lembaga pendidikan haruslah menggunakan sistem manajemen mutu. Manajemen mutu dalam dunia pendidikan adalah bagaimana unsur-unsur atau satuan pendidikan dikelola atau diberdayakan agar mampu memberikan pelayanan yang optimal kepada pelanggan pendidikan (Yarnest,2 011: 4).
Menurut Kotler (2012:14) kualitas layanan merupakan suatu bentuk evaluasi atau penilaian konsumen terhadap tingkat layanan yang diterima (perceived service) dengan tingkat layanan yang diharapkan (expected service). Kualitas pelayanan pendidikan memiliki kaitan erat dengan kepuasan pelanggan utamanya yaitu peserta didik (siswa-siswi). Kualitas memberikan suatu motivasi kepada pelanggan (siswa) untuk menjalin ikatan relasional yang kuat dengan pihak lembaga pendidikan. Kompetisi rigid  antar lembaga pendidikan mendorong setiap lembaga pendidikan untuk memberikan layanan yang terbaik kepada peserta didiknya.  Kompetisi tersebut kemudian menelurkan aneka program pendidikan yang terus diperbaharui. Program tersebut dapat berbentuk layanan-layanan yang semakin mempermudah akses peserta didik dalam memperoleh pendidikan yang berkualitas. Hal itu bertujuan untuk menarik minat masyarakat terhadap lembaga pendidikan dan juga mempertahankan citra dan kualitas dari lembaga pendidikan itu. Dengan demikian, kualitas layanan pendidikan menempati tempat penting dalam mewujudkan lembaga pendidikan yang bermutu dan berkualitas.
Menurut Edward Sallis (2007:67), pelanggan lembaga pendidikan secara internal adalah guru dan staf yang ada di sekolah. Sedangkan secara eksternal pelanggan lembaga pendidikan adalah orang tua siswa, siswa dan masyarakat. Dalam meningkatkan kepuasan pelanggan di sebuah lembaga pendidikan, pelayanan pasti ada di setiap aktivitas apapun. Oleh karena itu, pelayanan terhadap pelanggan merupakan salah satu faktor utama untuk meningkatkan kualitas dari lembaga pendidikan tersebut. Secara umum penjaminan mutu pendidikan merupakan sebuah proses penetapan dan pemenuhan standar mutu pengelolaan pendidikan secara konsisten dan berkelanjutan, sehingga stakeholder memperoleh kepuasan. Penjaminan mutu bertujuan untuk merencanakan, mencapai, memelihara, dan meningkatkan pendidikan secara berkelanjutan. Dalam jangka panjang penjaminan mutu dilakukan untuk mewujudkan visi sekolah. Untuk mencapai tujuan penjaminan mutu, sekolah dapat merancang dan melaksanakan strategi penjaminan mutu yang mengacu pada pedoman penjaminan mutu. Kebijakan mutu sebelum diimplementasikan, sebaiknya disosialisasikan agar dapat dipahami. Oleh karena itu, kebijakan mutu harus dikomunikasikan kepada seluruh warga sekolah sehingga tujuan kebijakan mutu dapat dicapai.
Agar mutu pendidikan itu dapat tercapai, maka mutu tersebut harus didukung oleh sekolah yang bermutu.  Sekolah yang bermutu adalah “sekolah yang secara keseluruhan dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan atau skateholders (Margono, 2002).  Pendapat ini cukup beralasan, karena terlalu banyak pengelolaan sekolah, yang mengabaikan kepuasan dan kebutuhan pelanggan, sehingga hasilnya pun akhirnya tidak mampu untuk berkompetisi guna meraih peluang dalam berbagai bidang, khususnya dalam menghadapi kondisi global dimana sekolah diharapkan dapat berperan lebih efektif dalam mengembangkan fungsinya. Dalam penulisan ini, penulis menggunakan alat analisis yakni SWOT. SWOT merupakan pisau bedah untuk menyibak empat sisi lembaga pendidikan baik itu kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dari lembaga pendidikan. Alat analisis ini diharpkan mampu mendongkrak kualitas pendidikan di tanah air sehingga dari peningkatkan kualitas pendidikan, maka dengan sendirinya kepuasan konsumen itu tercapai.  Oleh karena, persoalan di atas, maka penulis dalam penulisan makalah ini mengangkat kepermukaan  sebagai bahan diskursus dengan tema “Membangun Kepuasan Konsumen Melalui Mutu”.

Berangkat dari latar belakang di atas, maka perumusan dalam penulisan makalah ini adalah demikian:
1.      Apa yang dimaksudkan dengan Kepuasan Pelanggan atau konsumen?
2.      Apa itu Mutu Pendidikan?
3.      Seperti apa analisis SWOT untuk meningkatkan kualitas pendidikan?
4.      Bagaimana membangun Kepuasan konsumen melalui mutu pendidikan?
5.      Bagaimana mempertahankan kepuasan konsumen?

Ruang lingkup yang hendak diteliti dalam makalah ini adalah kepuasan konsumen melalui mutu pendidikan yang dianalisis menggunakan SWOT. Berkaitan dengan mutu pendidikan memiliki empat indikator utama yakni input, proses, output, dan outcomes. Sedangkan kepuasan konsumen memiliki unsur penting. Kepuasan konsumen merupakan hasil dari pendidikan yang berkualitas.
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Memahamai definisi dari kepuasan konsumen
2.      Untuk mengetahui konsep dari mutu pendidikan itu sendiri
3.      Untuk mengetahui cara membangun kepuasan konsumen melalui mutu pendidikan
4.      Mengetahui metode atau cara mempertahankan kepuasan konsumen.

Metode yang digunakan oleh penulis dalam penulisan makalah ini adalah model kualitatif deskriptif.  Menurut Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2014:4), menjelaskan metode kualitatif merupakan sebuah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang maupun perilaku yang dapat diamati. Sejalan dengan definisi tersebut, Kirk dan Miller (dalam Moleong, 2014:4) mendefinisikan metode kualitatif sebagai suatu tradisi dalam ilmu pengetahuan yang bergantung pada pengamatan seseorang. Pengamatan tersebut berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan peristilahannya.
Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penelitian kualitatif merupakan suatu prosedur penelitian yang menekankan pada kualitas atau mutu suatu penelitian yang mengacu pada teori, konsep, definisi, karakteristik, maupun simbol-simbol. Penelitian tersebut dilakukan berdasarkan pengamatan seseorang terhadap latar alamiah atau lingkungan sosial yang menghasilkan data deskriptif. Setelah data itu terkumpulkan penuli menggunakan alat analisis SWOT untuk membangun dan menemukan strategi bagi lembaga pendididikan agar mampu meningkatkan kualitas atau mutu pendidikan agar konsumen atau pelanggan memperoleh kepuasan. Analisis ini didasarkan pada cara berpikir yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunites) dalam dunia pendidikan dan secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weakness) dan ancaman (Threasts). 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

KAJIAN TEORI



Dunia pendidikan sebagai lembaga non-profit, kepuasan konsumen atau pelanggan menjadi itu yang ditargetkan. Kepuasan pelanggan selalu dikaitkan dengan kualitas pendidikan. Kepuasan pelanggan sangatlah penting untuk mempertahankan loyalitas pelanggan, agar pelanggan tetap setia membeli produk atau jasa kita. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kepuasan diartikan sebagai perasaan senang yang diperoleh melalui pengorbanan (KBBI, 2008: 1110). Sebelum mengulas teori konsep kepuasan pelanggan, maka akan didefinisikan terlebih dahulu mengenai apa sebenarnya yang disebut dengan pelanggan. Gasperz (dalam Samsirin, 2015:142-143) memberikan beberapa definisi tentang pelanggan, yaitu: a. Pelanggan adalah orang yang tidak tergantung kepada kita, tetapi kita yang tergantung padanya. b. Pelanggan adalah orang yang membawa kita kepada keinginannya. c. Tidak ada seorang pun yang pernah menang beradu argumentasi dengan pelanggan. d. Pelanggan adalah orang yang teramat penting yang tidak dapat dihapuskan.
Menurut Oliver, kepuasan merupakan sebuah respon pemenuhan dari konsumen dan juga merupakan bentuk penilaian terhadap produk atau jasa, beserta dengan fitur-fitur yang melekat padanya, yang dapat memberikan kesenangan karena adanya pemenuhan terhadap konsumen yang bersangkutan.  Tingkat pemenuhan tersebut bisa lebih tinggi atau lebih rendah dari  harapan (dalam Ariansyah, 2017: 29).  Dari  definisi  tersebut  terlihat  bahwa  Oliver  memberikan  penekanan  pada konsumen, bukan pada pelanggan. Konsumen adalah orang yang menggunakan sebuah produk atau jasa, sedangkan  pelanggan adalah  orang yang  membayar  untuk mendapatkan  produk atau  jasa  tersebut dan belum tentu menjadi pengguna produk atau jasa  tersebut. Menurut Hom, kepuasan bersifat jangka pendek dan dapat berubah seketika karena terjadinya perubahan-perubahan keadaan. Hom juga menyatakan bahwa kepuasan memiliki batasan, baik batas bawah maupun batas atas. Banyak orang hanya berfokus kepada batas bawah dan mengabaikan batas atas dari kepuasan (Hom, 2000). Pelayanan yang dialami diharapkan mengacu pada lima dimensi SERVQUAL, yaitu keandalan (reliability), ketanggapan (responsiveness), keyakinan (assurance), empati (empathy), dan keberwujudan (tangibles).
Dari beberapa definisi pelanggan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa palanggan adalah orang yang menggunakan jasa kita untuk memenuhi tuntutan kebutuhan mereka, dan kita membutuhkan mereka untuk dapat menjalankan lembaga atau badan yang kita kelola. Ada ungkapan Customer is the King begitulah yang sering kita dengar karena sedemikian pentingnya pelanggan bagi lembaga. Karena memang tanpa pelanggan, lembaga bukanlah apa-apa. Sehingga sedemikian pentingnya sehingga fokus pelanggan ini menjadi prinsip pertama sistem manajemen mutu bagi lembaga untuk menerapkan prinsip fokus pelanggan, bagimana memenuhi per syaratan pelanggan dan jika memungkinkan melebihi apa yang pelanggan tersebut minta. Dari beberapa pengertian kepuasan pelanggan, maka dapat diasumsikan bahwa kepuasan pelanggan adalah perasaan senang atau kecewa yang dimiliki seseorang konsumen sebagai hasil perbandingan antara kinerja yang dipersepsikan (kenyataan yang dialami) dengan harapan mereka.


Sangatlah mustahil kita memberikan kepuasan pada pelanggan eksternal jika pelanggan internal kita tidak terpuaskan. Sehingga sangatlah penting bagi setiap proses memahami siapa dan apa yang dipersyaratkan pelanggan mereka. Pelanggan lembaga pendidikan sekolah terdiri dari pelanggan eksternal dan internal. Pelanggan eksternal utama sekolah adalah siswa dan sekaligus sebagai input utama (main input) yang akan diproses menjadi lulusan. Pelanggan eksternal kedua dan seterusnya adalah orang tua, dunia usaha, pemerintah dan pendidikan lebih lanjut. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, bahwa sekolah yang bermutu adalah sekolah yang dapat memenuhi atau melebihi keinginan, harapan dan kebutuhan pelangannya.
Untuk mewujudkan pendidikan yang dapat memuaskan pelanggan eksternal seperti tersebut di atas, maka kepala sekolah terlebih dahulu harus memuaskan pelanggan internalnya, yaitu para guru, pustakawan, laboran, tenaga administrasi, tenaga keamanan dan tenaga kebersihan. Para personil yang merupakan pelanggan internal inilah merupakan pihak penentu dalam mewujudkan sekolah yang bermutu. Guru adalah pelaksana kegiatan inti (core business) sekolah yaitu proses pembelajaran yanag akan menentukan kualitas lulusannya. Pustakawan adalah SDM atau personil yang memberikan layanan sumber pembelajaran tekstual untuk mendukung kegiatan akademik atau pembelajaran. Laporan adalah personil atau SDM yang mendukung kegiatan akademik atau pembelajaran siswa pada skala laboratorium sebagai kelanjutan atau membuktikan berbagai teori yang telah dipelajari melalui pembelajaran literatur. Tenaga administrasi adalah kegiatan pendukung, agar kegiatan akademik atau pembelajaran di sekolah, baik administrasi akademik maupun administrasi non akademik dapat berjalan dengan baik. Tenaga kebersihan sebagai personil atau SDM sekolah yang mendukung agar suasana sekolah tetap asri dan proses pembelajaran dapat berjalan dengan lancar. Dan tenaga keamanan bertanggungjawab untuk menciptakan suasana sekolah agar tetap aman dan terkendali.
Kepuasan pelanggan internal sekolah pada dasarnya adalah jika mereka dapat bekerja atau menjalankan tugas dengan dukungan fasilitas, sarana dan prasarana yang memadai, mendapatkan kompensasi yang layak atas kinerja yang telah diberikan, baik dalam bentuk finansial, material maupun non material serta kesejahteraan secara luas. Sebagai wujud atau bukti adanya kepuasan pelanggan internal sekolah adalah para guru, tenaga admnistrasi, pustakawan, laboran, tenaga kebersihan dan kemanan menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik, sesuai sistem, prosedur dan tata kerja yang telah ditentukan. Dengan adanya kepuasan pelanggan internal ini diharapkan mereka dapat mewujudkan kepuasan terhadap pelanggan eksternal sekolah.
Menurut Goetsch dan Davis (1994:14 ) pelanggan internal maupun eksternal merupakan driver. Pelanggan eksternal menentukan kualitas produk atau jasa yang disampaikan kepada mereka, sedangkan pelanggan internal berperan besar dalam menentukan kualitas tenaga kerja, proses dan lingkungan yang berhubungan dengan produk atau jasa.
Untuk dapat memuaskan pelanggan, pihak penyedia layanan jasa dapat melakukan tahapan kiat berikut:
1) Mengetahui kebutuhan dan keinginan pelanggan, yaitu dengan cara melakukan penelitian untuk mengetahui kebutuhan dan keinginan pelanggan. Mengetahui apa yang diinginkan pelanggan atas suatu produk atau jasa akan memudahkan perusahaan/lembaga dalam mengkomunikasikan produk/ layanan jasa kepada sasaran pelanggannya.
2) Mengetahui proses pengambilan keputusan dalam membeli. Dengan mengetahui tipe pengambilan keputusan pengambilan keputusan pelanggan dalam memilih dan menggunakan layanan jasa, pihak penyedia jasa dapat memprediksi faktor yang mempengaruhi pelanggan dalam memutuskan pembelian dan memilih cara pelaynan pelanggan yang tepat.
3) Membangun citra lembaga. Lembaga perlu memperhatikan proses informasi yang membentuk persepsi pelanggan terhadap layanan yang telah diberikan. Persepsi positif atau negatif sangat tergantung pada informasi yang diterima pelanggan atas jasa pelayanan yang telah diberikan oleh lembaga.
4) Membangun kesadaran akan pentingnya kepuasan pelanggan . Membangun kesadaran harus diimplementasikan dalam tindakan nyata bahwa semua unit/bagian yang ada dalam lembaga bertanggung jawab untuk memuaskan pelanggan. Jika kepuasan pelanggan menjadi motivasi setiap unit/bagian dalam lembaga/organisasi, maka pembentukan citra lembaga juga akan maksimal.

d. Faktor-faktor yang Menunjang Kepuasan Pelangan

Faktor yang menunjang terciptanya kepuasan pelanggan, antara lain:
a)      Wujud fisik (tangiable)
b)      Reliability (kehandalan)
c)      Daya tanggap (responsiveness)
d)      Assurance (keyakinan)
e)      Emphaty

e. Metode Mengetahui Tingkat Kepuasan Pelanggan

Menurut Kotler, (2001: 557) untuk mengetahui apakah konsumen/pelanggan menerima atau menolak suatu produk atau jasa, pemasar harus memperhatikan dengan sungguh-sungguh pandangan konsumen/pelanggan utama terhadap produk atau jasa tersebut. Pemasar/pihak manajemen produk atau jasa khususnya jasa pendidikan tersebut dapat menggunakan metode-metode berikut:
1) Sistem Keluhan dan Saran (complain and suggestion system). Organisasi yang berwawasan pelanggan akan memudahkan pelanggannya memberikan saran dan keluhan, misalnya: menyediakan kotak saran dan keluhan, kartu komentar, customer hot lines, mempekerjakan petugas pengumpul pendapat/ keluhan pelanggan, dan lain-lain dengan cara ini pemasar dapat lebih mudah memecahkan masalah.
2) Survei Kepuasan Pelanggan (customer satisfaction survey). suatu organisasi yang berorientasi pada pelanggan tidak dapat beranggapan bahwa sistem keluhan dan saran dapat menggambarkan secara lengkap kepuasan dan ketidakpuasan pelanggan. Salah satu alasannya adalah karena tidak semua. pelanggan akan dan mau menyampaikan keluhannya. Oleh karena itu, perusahaan jasa perlu melakukan survei penelitian setiap periode dengan cara menyebarkan kuesioner, baik secara langsung, atau melalui pos.
3) Pembeli Bayangan (ghost shopper). Perusahaan produk atau jasa mempekerjakan orang sebagai pembeli ke perusahaan pesaing untuk menilai pelayanan yang diberikan perusahaan pesaing tersebut.
4) Analisis Pelanggan yang Beralih (lost customer analyze). Perusahaan yang kehilangan pelanggan mencoba menghubungi pelanggan tersebut, mereka dibujuk untuk mengungkapkan alasan mengapa mereka berhenti, atau pindah ke perusahaan lain.

f.    Kriteria Kepuasan konsumen

Lupiyoadi (2001:158) menyatakan bahwa dalam menentukan tingkat kepuasan, terdapat beberapa faktor utama yang harus diperhatikan, yaitu:
1.      Kualitas produk: Pelanggan akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas.
2.      Kualitas pelayanan: Terutama untuk industri jasa, pelanggan akan merasa puas bila mereka mendapatkan pelayanan yang baik atau yang sesuai dengan yang diharapkan.
3.      Emosional: Pelanggan akan merasa bangga dan mendapatkan keyakinan bahwa orang lain akan kagum terhadap dia bila menggunakan produk dengan merek tertentu yang cenderung mempunyai tingkat kepuasan lebih tinggi. Kepuasan yang diperoleh bukan karena kualitas dari produk tetapi nilai sosial atau self esteem yang membuat pelanggan menjadi puas terhadap merek tertentu.
4.      Harga : Produk yang mempunyai kualitas sama tetapi menetapkan harga yang relatif murah akan memberikan nilai yang lebih tinggi kepada pelanggannya.
5.      Biaya : Pelanggan tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan suatu produk atau jasa cenderung puas terhadap produk atau jasa itu.
6.     Brand personality : brand personality akan memberikan kepuasan kepada konsumen secara internal (tidak bergantung kepada pandangan/penilaian orang-orang disekitarnya). Unsur yang satu ini bersifat sangat personal (individual pelanggan). Dalam hal ini setiap pelanggan berhak mendefinisikan kepuasannya masing-masing, terserah orang mau bilang apa tentang standarnya. Dengan kata lain ada suatu kefanatikan terhadap suatu produk (barang/jasa dengan merk tertentu). Contohnya, ada segolongan pelanggan yang akan terpuaskan oleh salah satu merk/produk dari suatu institusi, terlepas orang di sekitarnya mencemooh, menentang maupun menilainya salah.
7.     Kemudahan: Di samping faktor-faktor di atas, kemudahan mendapatkan pelayanan/produk yang tawarkan produsen juga menjadi faktor penting yang mempengaruhi kepuasan pelanggan. Pelanggan akan merasa puas bila mereka dapat dengan mudah mengakses produk/layanan jasa yang dibutuhkan. Kemampuan akses ini bisa diartikan tersedianya fasilitas yang mudah, terjangkau dari segi jarak, dan terjangkau dari segi biaya, dll.
8.     Iklan/promosi yang dijanjikan pemberi pelayanan/produsen barang. Iklan/promosi yang dikeluarkan oleh pihak pemberi layanan/produk akan mempengaruhi tinggi rendahnya harapan pelanggan terhadap suatu layanan/produk. Semakin tinggi janji yang diberikan akan semakin tinggi pula harapan pelanggan yang terbentuk. Janji yang muluk-muluk akan menjadi bumerang bagi institusi. Pada saat institusi tidak mampu memenuhi janji yang diberikan kepada pelanggan, pelanggan akan dengan mudah kehilangan kepercayaannya. Pelanggan akan merasa puas saat membeli produk yang kualitasnya bagus, tahan lama, modelnya apik, dan memiliki banyak keunggulan (fasilitas). Produk yang berbentuk pelayanan jasa, kualitas yang baik dapat diartikan sebagai pelayanan yang tepat waktu, aman, paripurna, dan diberkan oleh ahli, dan mudah dijangkau secara jarak maupun biaya.

g.      Manfaat mengukur kepuasan pelanggan

Ukuran kepuasan pelanggan dapat dikategorikan sebagai kurang puas, puas dan sangat puas. Pengukuran mutu pelayanan dan kepuasan pelanggan dapat digunakan untuk beberapa tujuan, yaitu:
1. Mempelajari persepsi masing-masing pelanggan terhadap mutu pelayanan yang dicari, diminati dan diterima atau tidak di terima pelanggan,yang akhirnya pelanggan merasa puas dan terus melakukan kerja sama.
2. Mengetahui kebutuhan, keinginan, persyaratan, dan harapan pelanggan pada saat sekarang dan masa yang akan datang yang disediakan perusahaan yang sesungguhnya dengan harapan pelanggan atas pelayanan yang diterima.
3.  Meningkatkan mutu pelayanan sesuai dengan harapan-harapan pelanggan.
4.  Menyusun rencana kerja dan menyempurnakan kualitas pelayanan dimasa akan datang.


Diskursus soal mutu menjadi trend topic dari dahulu sampai kini dan tidak pernah selesai. Mutu menjadi itu yang diiedalkan oleh perusahaan terutama dalam produk yang dipruduksi. Mutu juga menjadi sorotan konsumen sehingga dia tidak akan pernah selesai. Oleh karena menjadi sorotan maka pihak perusahaan dalam menghasilkan produk terus memperbaharui dan membuat kualitas pruduk itu menjadi lebih baik.  Mutu dalam KBBI berarti ukuran baik buruk suatu benda, kadar, taraf atau derajat (kepandaian, kecerdasan), kualitas dan bobot. Menurut Juran (dalam Hadis dan Nurhayati, 2010: 84), mutu produk ialah kecocokan penggunaan produk (fitness for use), untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan. kecocokan pengguna produk tersebut didasarkan atas lima ciri utama, yiatu 1) teknologi; yaitu kekuatan; 2) psikologi, yaitu citra rasa atau status; 3) waktu, yaitu kehandalan; 4) kontraktual, ada yaitu jaminan; 5) etika,yaitu sopan santun. Sedangkan menurut Feigenbaum dalam Hadis dan Nurhayati (2010: 85) menyatakan bahwa mutu adalah kepuasan pelanggan sepenuhnya (full customer satisfaction). Suatu produk dianggap memiliki kualitas apabila produk itu berkenan dihati konsumen atau memberikan kepuasan bagi konsumen. Menurut Crosby mutu adalah sesuai yang disyaratkan atau distandarkan (Conformance to requirement), yaitu sesuai dengan standar mutu yang telah ditentukan, baik inputnya, prosesnya maupun output-nya (Samsirin, 2015:142).
Dalam ranah pendidikan mutu belajar mengajar merupakan  kualitas yang dilakukan dan dihasilkan oleh sebuah lembaga pendidikan. Menurut Hoy et al, (2000) menjelaskan bahwa mutu pendidikan adalah hasil penilaian terhadap proses pendidikan dengan harapan yang tinggi untuk dicapai dari upaya pengembangan bakat-bakat para pelanggan pendidikan melalui proses pendidikan. Demikian mutu pendidikan merupakan suatu hal yang penting dalam proses pendidikan. Oleh karena itu perbaikan proses pendidikan merupakan salah satu upaya untuk mencapai keunggulan dalam penyelenggaraan pendidikan. Pendidikan yang bermutu yaitu pelaksanaan pendidikan yang dapat menghasilkan tenaga professional sesuai dengan kebutuhan Negara dan bangsa (Ghufron, 2017:192). Peningkatan mutu pendidikan merupakan bagian dari proses pendidikan itu sendiri dan merupakan hasil akhir dari proses pendidikan. Hal ini tentu saja berkaitan erat dengan pengembangan dan peningkatan Sumber Daya Manusia. Lembaga pendidikan dikatakan memiliki kualitas atau mutu yang baik apabila menghasilka outcomes yang berkualitas. Outcomes yang berkualitas tentu dihasilkan dari input yang berkualitas, proses berkualitas, dan output yang berkualitas.
Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 dinyatakan bahwa pendidikan di Indonesia menggunakan delapan standar yang menjadi acuan dalam membangun dan meningkatkan  kualitas pendidikan, (dalam Ismanto, dkk, 2015: 72-74). Standar Nasional Pendidikan merupakan kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia, ada delapan standar yang menjadi kriteria minimal tersebut yaitu:
1. Standar kompetensi lulusan adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencangkup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
2. Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan tentang kriteria tentang tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, silabus pembelajaran yang harus dipenuhi peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
 3. Standar proses adalah standar nasional pendidikan yang bekaitan dengan pelaksnaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai satandar kompetensi lulusan.
4. Standar pendidik dan tenaga kependidikan adalah kriteria pendidikan pra jabatan dan kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan.
5. Standar sarana dan prasarana adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan daenga kriteria minimal tentang ruan belajar, tempat berolaraga, tempat beibadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termaksut penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.
 6. Standar pengelolaan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendididkan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, atau nasional agar tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan.
7. Standar pembiayaan adalah standar yang mengatur komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun.
 8. Standar penilaian pendididkan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen hasil belajar peserta didik. Standar Nasional Pendidikan berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam mewujudkan pendidikan nasionalyang bermutu serta bertujuan untuk menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang bermartabat.
            Mutu dalam bidang pendidikan meliputi input, proses, output, dan outcomes (Ghufron, 2017:192). Input, proses, output, dan outcomes merupakan indikator mutu pendidikan.
1). Indikator input terdiri dari :
a.       Kurikulum
b.      Gedung
c.       Sarana prasarana
d.      Media pendidikan
e.       Sistem administrasi pendidikan
f.        Tenaga pengajar
g.       Lingkungan
h.      Dll
2). Indikator Proses meliputi:
Dalam Hadis dan Nurhayati, (2010:98-99) menguraikan dengan baik dan terperinci indikator dari proses mutu pendidikan. Sub indikator itu meliputi:
a.       Guru membuka pelajaran dengan ucapan salam
b.      Guru melakukan presentasi siswa
c.       Guru menjeaskan materi ajar
d.      Guru memberikan kesempatan peserta didik untuk bertanya dan dikusi
e.       Guru memberikan penguatan
f.       Guru memberikan pertanyaan dasar dan lanjutan
g.      Guru menmbuat variasi dalam teknik mengajar
h.      Guru menggunakan stimulus untuk membangkitkan minat dan motivasi belajar
i.        Guru membuat kesimpulan materi ajar
j.        Guru menutup pelajaran
k.       Dll.

   3). Indikator outcome
        Indikator outcome meliputi:
a.       Guru menilai hasil belajar siswa
b.      Guru menilai sikap dan prilaku kerjasama siswa dalam proses pembelajaran
c.       Guru menilai penguasaan materi oleh peserta didik baik dalam bentuk Tanya jawab atau diskusi di kelas dan hasil assessment.
4). Indikator Outcomes
            Indikator outcomes meliputi:
a.       Lulusan yang berkualitas
b.      Lulusan yang mampu berdaya saing

d. Faktor yang mempengaruhi Mutu

            Secara garis besar ada dua faktor yang mempengaruhi mutu yakni faktor internal dan eksternal (Hadis dan Nurhayati, 2010: 100). Faktor internal merupakan aneka hal dari dalam yang memberikan efek bagi lembaga pendidikan. Hal-hal itu berupa: psikologis, sosiologis, dan fisologis yang ada pada komponen lembaga pendidikan. Sedangkan faktor eksternal merupakan aneka faktor dari luar yang memberikan pengaruh bagi lembaga pendidikan. Faktor eksternal meliputi: lingkungan, sarana-prasaran, peralatan, dll. Faktor baik internal dan eksternal harus diperhatikan oleh guru sebagai pendidik dan peserta didik sebagai pembelajar agar dapat mengubah dan mengevaluasi jalannya proses pembelajaran sehingga menjadi lebih baik lagi. Perubahan itu tentunya membawa pada wajah atau potret lembaga yang berkualitas.
Pada bidang pendidikan, banyak faktor yang menentukan mutu pendidikan. Dalam pendekatan fungsi produksi, mutu pendidikan ditentukan oleh faktor input dan faktor proses. Faktor input diantaranya adalah: siswa, kurikulum, bahan ajar, metode/strategi pembelajaran, sarana pembelajaran di sekolah, dukungan administrasi dan prasarana sekolah. Faktor proses diantaranya adalah penciptaan suasana yang kondusif, koordinasi proses pembelajaran, dan juga interaksi antar unsur-unsur di sekolah, baik guru dengan guru, siswa dengan siswa, maupun guru dan staf administrasi sekolah, dalam konteks akademis  maupun nonakademis, kurikuler maupun non kurikuler (Jaedun, 2011: 5).
Konteks mutu dapat pula dilihat dari prestasi yang dicapai sekolah pada  tiap kurun waktu tertentu. Prestasi ini dapat dilihat dari student achievement atau prestasi di bidang lain, seperti olahraga, kesenian, dan keterampilan. Selain itu, indikator lain yang dapat digunakan sebagai ukuran mutu sekolah adalah  kedisiplinan, tanggungjawab, saling menghormati, dan kenyamanan sekolah. Di Indonesia, prestasi akademik umumnya dijadikan salah satu indikator mutu sekolah yang paling dominan, termasuk prestasi siswa dalam Ujian Nasional (UN).  





BAB III

 PEMBAHASAN



Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan alat analisis yang disebut dengan SWOT. SWOT merupakan singkatan dari strengths, weaknesses, opportunities, dan threast. Analisis SWOT adalah upaya yang dilakukan oleh perusahaan atau lembaga pendidikan untuk  mengenali kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman (threast) dalam menentukan strategi yang tepat agar mampu bersaing dengan lembaga pendidikan lainnya. Informasi internal (SW) dapat ditemukan dari faktor internal dengan menganalisis kekuatan dan kelemahan, sedangkan informasi eksternal (OT) dapat diperoleh dari aneka sumber yang berasal dari luar lingkungan organisasi atau perusahaan.
Untuk mendapatkan informasi yang akurat dalam penelitian ini, terlebih dahulu peneliti menganalisis masalah internal dan eksternal perusahaan dengan analisis SWOT untuk mendapatkan hasil strategi yang cocok untuk diterapkan dalam manajemen  mutu pendidikan. Berikut akan urakan aneka faktor internal dan eksternal dalam lembaga pendidikan menggunakan alat analisis SWOT.
Faktor kekuatan dalam lembaga pendidikan adalah komponen khusus atau keunggulan-keunggulan-keunggulan lain yang berakibat pada nilai lebih atau keunggulan komperatif lembaga pendidikan itu tersebut. Hal ini bisa ditemukan atau ditelisik dari output-input-proses dari lembaga pendidikan misalnya:
Ø  Keterampilan atau skill yang disalurkan kepada peserta didik,
Ø  Standar mutu lulusan,
Ø  Gedung sekolah yang memadai dan nyaman untuk belajar
Ø  Fasilitas lengkap
Ø  Kualitas guru-guru
Ø  Citra positif lembaga
Ø  Sumber keuangan yang jelas
Ø  Promosi itens
Ø  Kerja sama dengan orang tua, komite, Yayasan
            Analisis SWOT dalam dunia pendidikan sangat penting untuk mengenali atau mengetahui dengan gamblang kekuatan dasar lembaga pendidikan itu sendiri. Pengenalan kekuatan lembaga pendidikan sangat penting supaya mampu mendongkrak image lembaga. Hal ini sebagai langkah awal menuju pendidikan yang berbasis kualitas tinggi. Mengetahui kekuatan dan merefleksikannya adalah sebuah langkah besar untuk menuju kemajuan lembaga pendidikan itu sendiri.
Dalam dunia pendidikan pasti memiliki sisi lemahnya. Kelemahan yang ada merupakan hal wajar dan tinggal saja bagaimana caranya meminimalisir atau memperbaikinya. Kelemahan yang ada dalam dunia pendidikan saat ini adalah demikian:
Ø  Soal sarana dan prasarana pendidikan
Ø  Kualitas pendidik
Ø  Belum mengunakan teknologi informasi yang memadai
Ø  Media pelajaran masih minim
Ø  Lemahnya kepercayaan masyarakat
Ø  Tidak sinkronnya hasil lulusan dan kebutuhan masyarakat,
Ø  Belum ada MOU pemanfaatan alumni dengan swasta
Ø  Sistem administrasi belum online
Ø  Proses interaksi dalam pelajaran masih lemah
Ø  Tingkat kelulusan dan lain sebagainya.
Faktor-faktor kelemahan yang harus dibenahi oleh para pengelolah lembaga pendidkan antara lain: lemahnya SDM dalam lembaga pendidikan, sarana dan prasarana dalam dunia pendidikan, lembaga pendidikan swasta umumnya kurang bisa menangkap peluang, output lembaga pendidikan belum sepenuhnya bersaing dengan output lembaga pendidikan lainnya.
Peluang adalah suatu kondisi lingkungan eksternal yang menguntungkan bahkan menjadi formulasi bagi lembaga pendidikan. Formulasi lingkungan misalnya: kecendrungan penting yang terjadi dikalangan peserta didik, identifikasi suatu layanan pendidikan yang belum mendapat perhatian, perubahan dalam keadaan persaingan, dan hubungan dengan pengguna atau pelanggan dan lain sebagainya. Lalu, apa saja yang menjadi peluang dalam dunia pendidikan kini? Peluang pengembangan lembaga pendidikan kini adalah:
Ø  Di erah yang sedang berada dalam krisis nilai ini diperlukan peran serta pendidikan agama yang lebih dominan. Krisis nilai yang dimaksud di sini adalah nilai moral, etika.
Ø  Lembaga pendidikan harus segera menguba cara atau metode belajar siswa dengan memanfaatkan alat teknologi
Ø  Pola kehidupan masyarakat modern yang cendrung konsumtif dan hedonis tentunya membutuhkan lembaga pendidik. Lembaga pendidikan harus cepat menangkap peluang yang ada.
Ø  Tingginya animo masyarakat untuk menyekolahkan anaknya
Ø  Adanya dukungan dana APBN

Ancaman merupakan kebalikan dari peluang. Ancaman meliputi faktor-faktor lingkungan yang tidak menguntungkan bagi sebuah lembaga pendidikan. Jika ancaman itu tidak segera diatasi, maka akan menjadi sebuah penghalang bagi majunya lembaga pendidikan. Ancaman yang terjadi dalam dunia pendidikan kini adalah sebagai berikut:
Ø  Minat peserta didik baru yang semakin menurun setiap tahun,
Ø  Kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pendidikan
Ø  Tingginya pertumbuhan lembaga pendidikan
Ø  Kompetitor menawarkan hal yang sama
Ø  Biaya pendidikan yang mahal
Ø  dan lain sebagainya.

Berdasarkan temuan data di atas, maka dapat dikatakan bahwa lembaga pendidikan perlu membenah, atau mereformasi pendidikan agar cita-cita ideal yakni kualitas pendidikan dapat tercapai.  Ada kaitan yang mendalam dan sigifikan antara kepuasan kerja dan mutu atau kualitas pendidikan. Kepuasan konsumen baik primer, sekunder dan tersier dapat terpenuhi apabila lembaga pendidikan betul-betul memiliki kualitas yang baik. Kualitas sebuah lembaga pendidikan dikatakan baik apabila input-proses-output-dan outcomes yang ada baik atau berkualitas. Apabila keeempat eleman penting tadi berkualitas, maka sdengan sendirinya kepuasan konsumen itu terjawab. Tidak hanya terjawab tetapi konsumen akan loyal pada lembaga pendidikan itu. Berangkat dari data analisis SWOT diatas, maka hal yang menjadi  saran dalam meningkatkan kualitas pendidikan adalah:
Ø  Lembaga pendidikan menggunakan kekuatan untuk melihat peluang yang ada (strategi S-O). Strategi ini digunakan oleh lembaga pendidikan untuk melihat peluang yang ada dan merebutnya dengan kekuatan yang dimiliki.
Ø  Lembaga pendidikan mengunakan kekuatan untuk menjawab aneka tantangan yang ada (strategi S-T). Lembaga pendidikan menggunakan kekuatan internal untuk mengantisipasi dan menghindari ancaman eksternal yang ada.
Ø  Lembaga pendidikan memanfaatkan peluang yang ada untuk meminimalisir atau memperbaiki kelemahan yang ada (startegi W-O).
Ø  Lembaga pendidikan  berusaha mengurangi kelemahan internal dan menghindari ancaman eksternal yang ada (W-T).
Lembaga pendidikan perlu sekali berorientasi pada kepuasan pelanggan (Customer Satisfaction). Pelanggan yang puas akan layanan pendidikan, akan meningkatkan keberhasilan lembaga, loyalitas dan retensi stakeholders.  Keempat trik atau saran diatas merupakan langkah dalam membangun kepuasan pelanggan. Sebagai contoh, lembaga pendidikan harus menyediakan guru yang profesional, gedung atau sarana prasaran yang memadai dan nyaman, transparansi biaya, membangun komunikasi yang baik dengan peserta didik, orang tua/wali, komite, Yayasan, dan masyarakat, membangun hubungan baik dengan alumni, para donator, menyediakan media pembelajaran yang baik, memiliki metode belajar yang unik dan disukai peserta didik, menelurkan peserta didik yang berkualitas dan lain sebagainya. Ini semua dapat meningkatkan kualitas pendidikan kita .
Lembaga pendidikan sebagai penyedia jasa memberikan garansi atau jaminan istimewa ini dirancang untuk meringankan kerugian pelanggan, ketika pelanggan tidak puas dengan jasa yang di dapatkannya. Garansi yang diberikan berupa Garansi Internal serta garansi Eksternal. Penanganan keluhan yang baik memberikan peluang untuk mengubah seorang pelanggan yang tidak puas, menjadi pelanggan yang puas. Dalam menangani keluhan pelanggan ada empat aspek penting yang harus dilakukan, sebagaimana yang diungkapkan oleh Nasution (2004), yakni:
a) Empati pada pelanggan yang marah
b) Kecepatan dalam penanganan keluhan
 c) Kewajaran atau keadilan dalam memecahkan permasalahan atau keluhan.
d) Kemudahan bagi pelanggan untuk menghubungi lembaga (penyedia jasa).









BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN


            Pendidikan yang bermutu adalah pendidikan yang dapat menghasilkan keluaran, baik pelayanan dan lulusan yang sesuai kebutuhan atau harapan pelanggan (pasar) nya. Fiegenbaum mengartikan mutu adalah kepuasan pelanggan sepenuhnya (full customer satisfaction). Pelanggan adalah semua orang yang menuntut penyedia jasa agar jasa yang diterima sesuai dengan standar yang telah ditentukan. Pelanggan dibedakan menjadi dua, yaitu pelanggan internal dan pelanggan eksternal. Beberapa prinsip dasar dalam kualitas yang ditetapkan untuk kepuasan pelanggan, yaitu: Pertama, pelanggan harus merupakan prioritas utama organisasi. Kedua, pelanggan yang dapat diandalkan merupakan pelanggan yang paling penting, yaitu pelanggan yang membeli berkali-kali. Ketiga, kepuasan pelanggan dijamin dengan menghasilkan produk berkualitas tinggi dengan perbaikan terus-menerus.
Analisis SWOT dipahami sebagai pengujian terhadap kekuatan dan kelemahan internal sebuah organisasi atau lembaga serta peluang dan ancaman lingkungan eksternalnya. Jika diterapkan dalam lembaga pendidikan maka analisis SWOT dapat dipahami sebagai bentuk pengujian terhadap kekuatan dan kelemahan internal lembaga pendidikan serta melihat peluang dan ancaman lingkungan pendidikan itu sendiri. Analisis SWOT digunakan dalam ruang lingkup pendidikan sehingga kita dapat memperoleh gambaran secara menyeluruh mengenai situasi pendidikan itu sendiri. Hal ini dapat membantu dalam pengembangan sebuah visi, misi di masa depan agar dapat menjawabi tujuan pendidikan itu sendiri. Hasil dari analisis SWOT ini adalah rekomendasi untuk mempertahankan kekuatan dan menambah keuntungan dari peluang yang ada, sambil mengurangi kekurangan dan menghindari ancaman. Hasil dari analisis ini dapat mengubah image lembaga pendidikan dalam membangun kualitas pelayanan agar pendidikan kita semakin berkualitas. Jika pendidikan itu berkualitas maka dengan sendirinya kepuasan konsumen itu terjawab. Kepuasan konsumen adalah titik akhir dari kualitas pendidikan yang diperoleh. Lembaga pendidikan dalam proses perubahan perlu melakukan evaluasi dengan metode SWOT agar menemukan langkah strategis dalam memperbaiki kinerja pendidikan agar mencapai kualitas pendidikan yang baik, bermutu, dan berdaya saing.

DAFTAR PUSTAKA


Ariansyah, Kasmad, 2017, Faktor-Faktor  yang  Memengaruhi  Kepuasan  Pelanggan  terhadap
Layanan Pitalebar Bergerak, Buletin Pos dan Telekomunikasi, Vol. 15  No.1. diakses dalam  https://www.researchgate.net/publication/319014453_Faktor-Faktor_yang_Memengaruhi_Kepuasan_Pelanggan_terhadap_Layanan_Pitalebar_Bergerak .

Goetsch dan Davis, 1994, Introduction to Total Quality, Englewood Cliffts: Prentice-Hall Inc.

Hoy et al., 2000, Open School an HealtySchool Measuring Organizational Climate, Sage Publications, Retrieved July, 12 2009 akses https://www. Waynekhoy.com/org_trust.html.

Ghufron, Muh, 2017, Filsafat Pendidikan, Yogyakarta: Kalimedia.

Hadis, Abdul dan Hj. Nurhayati, 2010, Manjemen Mutu Pendidikan, Bandung:  Alfabeta.
Jaedun, Amat, 2011, Benchmarking Standar Mutu Pendidikan, Makalah Seminar Nasional, Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 2008), Ed. IV, Cet. I.
Lupiyoadi, Rambat, 2001, Manajemen Pemasaran Jasa, Teori dan Praktek, Jakarta: PT. Salemba Empat.
Moleong,  L. J. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Nasution, M., 2004, Manajemen Jasa Terpadu, Bogor: PT Ghalia Indonesia.
Philip Kotler, Manajemen Pemasaran, (Jakarta: Erlangga, 2012)
_______, Manajemen Pemasaran: Analisis, Perencanaan, Implementasi dan Pengendalian, (Jakarta: Erlangga, 2001)
Ismanto, Hadi, dkk, 2015, Kompilasi Penelitian Pendidikan, Jilid 1, Sidoarjo: Nizamia Learning Center.
Sallis, Edward, 2007, Total Quality Management in Education, Jakarta:Ircisod.
Samsirin, 2015, Konsep Mutu dan Kepuasan Pelanggan dalam Pendidikan Islam, Jurnal At-Ta’dib, Vol. 10. No. 1, Juni.
Slamet, Margono, 1994, Manajemen Mutu Terpadu dan Perguruan Tinggi Bermutu,Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
UU RI No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Yarnest, 2011, Manjemen Mutu Pendidikan, Diktat Kuliah,  Malang: Pascasarjana Universitas Malang


Tidak ada komentar:

Posting Komentar