Yosep Belen Keban
(yosephbelen@gmail.com)
Kata Pengantar
Puji dan syukur kehadirat Tuhan
Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya yang begitu besar sehingga makala ini
dapat tersusun dengan baik dan bisa
selesai tepat waktu. Tak lupa pula penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada
semua pihak yang telah berkontribusi secara aktif maupun pasif dalam memberikan
sumbangsi baik itu secara materi maupun pikirannya.
Penulis sangat mengaharapkan bahwa
makalah ini dapat menambah pengetahuan atau paling tidak dapat membuka
cakrawala pemikiran bagi sidang pembaca, agar pada suatu momen nanti bisa
dijadikan referensi atau dapat memperbaiki bentuk maupun manambah isi makalah
ini agar menjadi lebih sempurna.
Penulis juga menyadari keterbatasan
pengetahuan dan pengalaman penulis terutama dalam mempredikasikan makalah ini
sehinggah makalah ini jauh dari kesempurnaan atau dengan kata lain mengalami
kekurangan di sana-sini. Dengan demikian, penulis sangat mengharapkan saran dan
kritik yang tentunya bersifat konstruktif.
Malang,
22 November 2018
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan Negara (UURI No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional). Berangkat dari definisi di atas peran pemerintah terutama dalam
pembenahan sistem pendidikan sangat dominan guna tercapainya tujuan pendidikan
itu sendiri. Untuk mencapai tujuan itu aneka kebijakan dikeluarkan agar
pendidikan di Indonesia berjalan pada arah yang benar. Salah satu cita-cita
nasional yang harus terus diperjuangkan oleh bangsa Indonesia ialah upaya mencerdaskan
kehidupan bangsa melalui pendidikan nasional. Masa depan dan keunggulan bangsa
kita ditentukan oleh keunggulan sumber
daya manusia yang dimiliki, di samping sumber daya alam dan modal. Hal ini
dilakukan untuk menciptakan atau melahirkan generasi bangsa yang memiliki
karakter cinta akan tanah air.
De facto dalam pelaksanaan atau prakteknya
pendidikan Indonesia belum menghasilkan sumber daya manusia yang mampu bersaing
dengan negara lain. Mengenai masalah pendidikan perhatian pemerintah kita masih
sangat minim. Ini tercermin dari beragamnya masalah pendidikan yang makin
kompleks. Kualitas siswa yang masih rendah, mengenai efektivitas program
pengajaran, rekrutmen tenaga kependidikan, minimnya sarana-prasaran dalam dunia
pendidikan, sampai UU Pendidikan yang terasa semakin kacau. Singkatnya elemen
kunci dalam pendidikan baik itu input,
proses, dan output belum diperhatikan
secara maksimal sehingga pendidikan kita belum bisa mengasilkan outcomes yang diharapkan. Dewasa ini,
mutu pelayanan telah menjadi perhatian utama dalam memenangkan kompetisi. Mutu
pelayanan itu dapat dijadikan sebagai sebuah strategi dari lembaga atau
organisasi untuk menciptakan kepuasan konsumen. Hal itu dapat ditelisisk dalam
dunia pendidikan kontemporer di mana upaya peningkatan kualitas pendidikan kini
lebih berpusat pada kebijakan mutu sebah lembaga daripada kebijakan pemerataan
pendidikan. Agar mutu pendidikan meningkat, lembaga pendidikan haruslah
menggunakan sistem manajemen mutu. Manajemen mutu dalam dunia pendidikan adalah
bagaimana unsur-unsur atau satuan pendidikan dikelola atau diberdayakan agar
mampu memberikan pelayanan yang optimal kepada pelanggan pendidikan (Yarnest,2 011:
4).
Menurut
Kotler (2012:14) kualitas layanan merupakan suatu bentuk evaluasi atau penilaian
konsumen terhadap tingkat layanan yang diterima (perceived service) dengan tingkat layanan yang diharapkan (expected service). Kualitas pelayanan
pendidikan memiliki kaitan erat dengan kepuasan pelanggan utamanya yaitu
peserta didik (siswa-siswi). Kualitas memberikan suatu motivasi kepada
pelanggan (siswa) untuk menjalin ikatan relasional yang kuat dengan pihak
lembaga pendidikan. Kompetisi rigid antar lembaga pendidikan mendorong setiap
lembaga pendidikan untuk memberikan layanan yang terbaik kepada peserta
didiknya. Kompetisi tersebut kemudian
menelurkan aneka program pendidikan yang terus diperbaharui. Program tersebut
dapat berbentuk layanan-layanan yang semakin mempermudah akses peserta didik
dalam memperoleh pendidikan yang berkualitas. Hal itu bertujuan untuk menarik
minat masyarakat terhadap lembaga pendidikan dan juga mempertahankan citra dan
kualitas dari lembaga pendidikan itu. Dengan demikian, kualitas layanan
pendidikan menempati tempat penting dalam mewujudkan lembaga pendidikan yang
bermutu dan berkualitas.
Menurut
Edward Sallis (2007:67), pelanggan lembaga pendidikan secara internal adalah
guru dan staf yang ada di sekolah. Sedangkan secara eksternal pelanggan lembaga
pendidikan adalah orang tua siswa, siswa dan masyarakat. Dalam meningkatkan
kepuasan pelanggan di sebuah lembaga pendidikan, pelayanan pasti ada di setiap
aktivitas apapun. Oleh karena itu, pelayanan terhadap pelanggan merupakan salah
satu faktor utama untuk meningkatkan kualitas dari lembaga pendidikan tersebut.
Secara umum penjaminan mutu pendidikan merupakan sebuah proses penetapan dan
pemenuhan standar mutu pengelolaan pendidikan secara konsisten dan
berkelanjutan, sehingga stakeholder
memperoleh kepuasan. Penjaminan mutu bertujuan untuk merencanakan, mencapai,
memelihara, dan meningkatkan pendidikan secara berkelanjutan. Dalam jangka
panjang penjaminan mutu dilakukan untuk mewujudkan visi sekolah. Untuk mencapai
tujuan penjaminan mutu, sekolah dapat merancang dan melaksanakan strategi
penjaminan mutu yang mengacu pada pedoman penjaminan mutu. Kebijakan mutu
sebelum diimplementasikan, sebaiknya disosialisasikan agar dapat dipahami. Oleh
karena itu, kebijakan mutu harus dikomunikasikan kepada seluruh warga sekolah
sehingga tujuan kebijakan mutu dapat dicapai.
Agar
mutu pendidikan itu dapat tercapai, maka mutu tersebut harus didukung oleh
sekolah yang bermutu. Sekolah yang bermutu adalah “sekolah yang secara
keseluruhan dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan atau skateholders (Margono, 2002).
Pendapat ini cukup beralasan, karena terlalu banyak pengelolaan sekolah,
yang mengabaikan kepuasan dan kebutuhan pelanggan, sehingga hasilnya pun akhirnya
tidak mampu untuk berkompetisi guna meraih peluang dalam berbagai bidang,
khususnya dalam menghadapi kondisi global dimana sekolah diharapkan dapat
berperan lebih efektif dalam mengembangkan fungsinya. Dalam penulisan ini,
penulis menggunakan alat analisis yakni SWOT. SWOT merupakan pisau bedah untuk
menyibak empat sisi lembaga pendidikan baik itu kekuatan, kelemahan, peluang
dan ancaman dari lembaga pendidikan. Alat analisis ini diharpkan mampu
mendongkrak kualitas pendidikan di tanah air sehingga dari peningkatkan
kualitas pendidikan, maka dengan sendirinya kepuasan konsumen itu tercapai.
Oleh karena, persoalan di atas, maka penulis dalam penulisan makalah ini
mengangkat kepermukaan sebagai bahan
diskursus dengan tema “Membangun Kepuasan Konsumen Melalui Mutu”.
Berangkat
dari latar belakang di atas, maka perumusan dalam penulisan makalah ini adalah
demikian:
1. Apa
yang dimaksudkan dengan Kepuasan Pelanggan atau konsumen?
2. Apa
itu Mutu Pendidikan?
3. Seperti
apa analisis SWOT untuk meningkatkan kualitas pendidikan?
4. Bagaimana
membangun Kepuasan konsumen melalui mutu pendidikan?
5. Bagaimana
mempertahankan kepuasan konsumen?
Ruang
lingkup yang hendak diteliti dalam makalah ini adalah kepuasan konsumen melalui
mutu pendidikan yang dianalisis menggunakan SWOT. Berkaitan dengan mutu
pendidikan memiliki empat indikator utama yakni input, proses, output, dan outcomes.
Sedangkan kepuasan konsumen memiliki unsur penting. Kepuasan konsumen merupakan
hasil dari pendidikan yang berkualitas.
Adapun
tujuan dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Memahamai
definisi dari kepuasan konsumen
2. Untuk
mengetahui konsep dari mutu pendidikan itu sendiri
3. Untuk
mengetahui cara membangun kepuasan konsumen melalui mutu pendidikan
4. Mengetahui
metode atau cara mempertahankan kepuasan konsumen.
Metode yang digunakan oleh penulis
dalam penulisan makalah ini adalah model kualitatif deskriptif. Menurut Bogdan dan Taylor (dalam Moleong,
2014:4), menjelaskan metode kualitatif merupakan sebuah prosedur penelitian
yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari
orang-orang maupun perilaku yang dapat diamati. Sejalan dengan definisi
tersebut, Kirk dan Miller (dalam Moleong, 2014:4) mendefinisikan metode
kualitatif sebagai suatu tradisi dalam ilmu pengetahuan yang bergantung pada
pengamatan seseorang. Pengamatan tersebut berhubungan dengan orang-orang
tersebut dalam bahasanya dan peristilahannya.
Berdasarkan
penjelasan-penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penelitian
kualitatif merupakan suatu prosedur penelitian yang menekankan pada kualitas
atau mutu suatu penelitian yang mengacu pada teori, konsep, definisi,
karakteristik, maupun simbol-simbol. Penelitian tersebut dilakukan berdasarkan
pengamatan seseorang terhadap latar alamiah atau lingkungan sosial yang
menghasilkan data deskriptif. Setelah data itu terkumpulkan penuli menggunakan
alat analisis SWOT untuk membangun dan menemukan strategi bagi lembaga
pendididikan agar mampu meningkatkan kualitas atau mutu pendidikan agar
konsumen atau pelanggan memperoleh kepuasan. Analisis ini didasarkan pada cara
berpikir yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths)
dan peluang (Opportunites) dalam
dunia pendidikan dan secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weakness) dan ancaman (Threasts).
BAB II
KAJIAN TEORI
Dunia pendidikan sebagai lembaga non-profit,
kepuasan konsumen atau pelanggan menjadi itu yang ditargetkan. Kepuasan
pelanggan selalu dikaitkan dengan kualitas pendidikan. Kepuasan pelanggan
sangatlah penting untuk mempertahankan loyalitas pelanggan, agar pelanggan
tetap setia membeli produk atau jasa kita. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Kepuasan diartikan sebagai perasaan senang yang diperoleh melalui
pengorbanan (KBBI, 2008: 1110). Sebelum mengulas teori konsep kepuasan
pelanggan, maka akan didefinisikan terlebih dahulu mengenai apa sebenarnya yang
disebut dengan pelanggan. Gasperz (dalam Samsirin, 2015:142-143) memberikan
beberapa definisi tentang pelanggan, yaitu: a. Pelanggan adalah orang yang
tidak tergantung kepada kita, tetapi kita yang tergantung padanya. b. Pelanggan
adalah orang yang membawa kita kepada keinginannya. c. Tidak ada seorang pun
yang pernah menang beradu argumentasi dengan pelanggan. d. Pelanggan adalah
orang yang teramat penting yang tidak dapat dihapuskan.
Menurut
Oliver, kepuasan merupakan sebuah respon pemenuhan dari konsumen dan juga merupakan bentuk penilaian terhadap
produk atau jasa, beserta dengan fitur-fitur yang melekat padanya, yang dapat
memberikan kesenangan karena adanya pemenuhan terhadap konsumen yang
bersangkutan. Tingkat pemenuhan tersebut
bisa lebih tinggi atau lebih rendah dari
harapan (dalam Ariansyah, 2017: 29).
Dari definisi tersebut
terlihat bahwa Oliver
memberikan penekanan pada konsumen, bukan pada pelanggan. Konsumen
adalah orang yang menggunakan sebuah produk atau jasa, sedangkan pelanggan adalah orang yang
membayar untuk mendapatkan produk atau
jasa tersebut dan belum tentu
menjadi pengguna produk atau jasa tersebut.
Menurut Hom, kepuasan bersifat jangka pendek dan dapat berubah seketika karena
terjadinya perubahan-perubahan keadaan. Hom juga menyatakan bahwa kepuasan
memiliki batasan, baik batas bawah maupun batas atas. Banyak orang hanya
berfokus kepada batas bawah dan mengabaikan batas atas dari kepuasan (Hom,
2000). Pelayanan yang dialami diharapkan
mengacu pada lima dimensi SERVQUAL, yaitu keandalan (reliability), ketanggapan (responsiveness),
keyakinan (assurance), empati (empathy), dan keberwujudan (tangibles).
Dari beberapa definisi pelanggan di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa palanggan adalah orang yang menggunakan jasa kita untuk
memenuhi tuntutan kebutuhan mereka, dan kita membutuhkan mereka untuk dapat
menjalankan lembaga atau badan yang kita kelola. Ada ungkapan Customer is the King begitulah yang
sering kita dengar karena sedemikian pentingnya pelanggan bagi lembaga. Karena
memang tanpa pelanggan, lembaga bukanlah apa-apa. Sehingga sedemikian
pentingnya sehingga fokus pelanggan ini menjadi prinsip pertama sistem
manajemen mutu bagi lembaga untuk menerapkan prinsip fokus pelanggan, bagimana
memenuhi per syaratan pelanggan dan jika memungkinkan melebihi apa yang
pelanggan tersebut minta. Dari beberapa pengertian kepuasan pelanggan, maka
dapat diasumsikan bahwa kepuasan pelanggan adalah perasaan senang atau kecewa
yang dimiliki seseorang konsumen sebagai hasil perbandingan antara kinerja yang
dipersepsikan (kenyataan yang dialami) dengan harapan mereka.
Sangatlah
mustahil kita memberikan kepuasan pada pelanggan eksternal jika pelanggan
internal kita tidak terpuaskan. Sehingga sangatlah penting bagi setiap proses
memahami siapa dan apa yang dipersyaratkan pelanggan mereka. Pelanggan lembaga pendidikan sekolah
terdiri dari pelanggan eksternal dan internal. Pelanggan eksternal utama
sekolah adalah siswa dan sekaligus sebagai input utama (main input) yang akan diproses menjadi lulusan. Pelanggan eksternal
kedua dan seterusnya adalah orang tua, dunia usaha, pemerintah dan pendidikan
lebih lanjut. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, bahwa sekolah yang
bermutu adalah sekolah yang dapat memenuhi atau melebihi keinginan, harapan dan
kebutuhan pelangannya.
Untuk
mewujudkan pendidikan yang dapat memuaskan pelanggan eksternal seperti tersebut
di atas, maka kepala sekolah terlebih dahulu harus memuaskan pelanggan
internalnya, yaitu para guru, pustakawan, laboran, tenaga administrasi, tenaga
keamanan dan tenaga kebersihan. Para personil yang merupakan pelanggan internal
inilah merupakan pihak penentu dalam mewujudkan sekolah yang bermutu. Guru
adalah pelaksana kegiatan inti (core
business) sekolah yaitu proses pembelajaran yanag akan menentukan kualitas
lulusannya. Pustakawan adalah SDM atau personil yang memberikan layanan sumber
pembelajaran tekstual untuk mendukung kegiatan akademik atau pembelajaran.
Laporan adalah personil atau SDM yang mendukung kegiatan akademik atau
pembelajaran siswa pada skala laboratorium sebagai kelanjutan atau membuktikan
berbagai teori yang telah dipelajari melalui pembelajaran literatur. Tenaga
administrasi adalah kegiatan pendukung, agar kegiatan akademik atau
pembelajaran di sekolah, baik administrasi akademik maupun administrasi non
akademik dapat berjalan dengan baik. Tenaga kebersihan sebagai personil atau
SDM sekolah yang mendukung agar suasana sekolah tetap asri dan proses
pembelajaran dapat berjalan dengan lancar. Dan tenaga keamanan bertanggungjawab
untuk menciptakan suasana sekolah agar tetap aman dan terkendali.
Kepuasan
pelanggan internal sekolah pada dasarnya adalah jika mereka dapat bekerja atau
menjalankan tugas dengan dukungan fasilitas, sarana dan prasarana yang memadai,
mendapatkan kompensasi yang layak atas kinerja yang telah diberikan, baik dalam
bentuk finansial, material maupun non material serta kesejahteraan secara luas.
Sebagai wujud atau bukti adanya kepuasan pelanggan internal sekolah adalah para
guru, tenaga admnistrasi, pustakawan, laboran, tenaga kebersihan dan kemanan
menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik, sesuai sistem, prosedur dan tata
kerja yang telah ditentukan. Dengan adanya kepuasan pelanggan internal ini diharapkan
mereka dapat mewujudkan kepuasan terhadap pelanggan eksternal sekolah.
Menurut
Goetsch dan Davis (1994:14 ) pelanggan internal maupun eksternal merupakan driver. Pelanggan eksternal menentukan
kualitas produk atau jasa yang disampaikan kepada mereka, sedangkan pelanggan
internal berperan besar dalam menentukan kualitas tenaga kerja, proses dan
lingkungan yang berhubungan dengan produk atau jasa.
Untuk dapat memuaskan
pelanggan, pihak penyedia layanan jasa dapat melakukan tahapan kiat berikut:
1)
Mengetahui kebutuhan dan keinginan pelanggan, yaitu dengan cara melakukan
penelitian untuk mengetahui kebutuhan dan keinginan pelanggan. Mengetahui apa
yang diinginkan pelanggan atas suatu produk atau jasa akan memudahkan
perusahaan/lembaga dalam mengkomunikasikan produk/ layanan jasa kepada sasaran
pelanggannya.
2)
Mengetahui proses pengambilan keputusan dalam membeli. Dengan mengetahui tipe
pengambilan keputusan pengambilan keputusan pelanggan dalam memilih dan
menggunakan layanan jasa, pihak penyedia jasa dapat memprediksi faktor yang
mempengaruhi pelanggan dalam memutuskan pembelian dan memilih cara pelaynan
pelanggan yang tepat.
3)
Membangun citra lembaga. Lembaga perlu memperhatikan proses informasi yang
membentuk persepsi pelanggan terhadap layanan yang telah diberikan. Persepsi
positif atau negatif sangat tergantung pada informasi yang diterima pelanggan
atas jasa pelayanan yang telah diberikan oleh lembaga.
4)
Membangun kesadaran akan pentingnya kepuasan pelanggan . Membangun kesadaran
harus diimplementasikan dalam tindakan nyata bahwa semua unit/bagian yang ada
dalam lembaga bertanggung jawab untuk memuaskan pelanggan. Jika kepuasan
pelanggan menjadi motivasi setiap unit/bagian dalam lembaga/organisasi, maka
pembentukan citra lembaga juga akan maksimal.
d. Faktor-faktor yang Menunjang Kepuasan Pelangan
Faktor yang menunjang terciptanya
kepuasan pelanggan, antara lain:
a)
Wujud
fisik (tangiable)
b)
Reliability
(kehandalan)
c)
Daya
tanggap (responsiveness)
d)
Assurance
(keyakinan)
e)
Emphaty
e. Metode Mengetahui Tingkat Kepuasan Pelanggan
Menurut Kotler,
(2001: 557) untuk mengetahui apakah konsumen/pelanggan menerima atau menolak
suatu produk atau jasa, pemasar harus memperhatikan dengan sungguh-sungguh
pandangan konsumen/pelanggan utama terhadap produk atau jasa tersebut.
Pemasar/pihak manajemen produk atau jasa khususnya jasa pendidikan tersebut
dapat menggunakan metode-metode berikut:
1)
Sistem Keluhan dan Saran (complain and suggestion system). Organisasi yang
berwawasan pelanggan akan memudahkan pelanggannya memberikan saran dan keluhan,
misalnya: menyediakan kotak saran dan keluhan, kartu komentar, customer hot
lines, mempekerjakan petugas pengumpul pendapat/ keluhan pelanggan, dan
lain-lain dengan cara ini pemasar dapat lebih mudah memecahkan masalah.
2)
Survei Kepuasan Pelanggan (customer
satisfaction survey). suatu organisasi yang berorientasi pada pelanggan
tidak dapat beranggapan bahwa sistem keluhan dan saran dapat menggambarkan
secara lengkap kepuasan dan ketidakpuasan pelanggan. Salah satu alasannya
adalah karena tidak semua. pelanggan akan dan mau menyampaikan keluhannya. Oleh
karena itu, perusahaan jasa perlu melakukan survei penelitian setiap periode
dengan cara menyebarkan kuesioner, baik secara langsung, atau melalui pos.
3)
Pembeli Bayangan (ghost shopper).
Perusahaan produk atau jasa mempekerjakan orang sebagai pembeli ke perusahaan
pesaing untuk menilai pelayanan yang diberikan perusahaan pesaing tersebut.
4)
Analisis Pelanggan yang Beralih (lost
customer analyze). Perusahaan yang kehilangan pelanggan mencoba menghubungi
pelanggan tersebut, mereka dibujuk untuk mengungkapkan alasan mengapa mereka
berhenti, atau pindah ke perusahaan lain.
f. Kriteria
Kepuasan konsumen
Lupiyoadi (2001:158) menyatakan bahwa dalam menentukan tingkat
kepuasan, terdapat beberapa faktor utama yang harus diperhatikan, yaitu:
1. Kualitas
produk: Pelanggan akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa
produk yang mereka gunakan berkualitas.
2. Kualitas
pelayanan: Terutama untuk industri jasa, pelanggan akan merasa puas bila mereka
mendapatkan pelayanan yang baik atau yang sesuai dengan yang diharapkan.
3. Emosional:
Pelanggan akan merasa bangga dan mendapatkan keyakinan bahwa orang lain akan
kagum terhadap dia bila menggunakan produk dengan merek tertentu yang cenderung
mempunyai tingkat kepuasan lebih tinggi. Kepuasan yang diperoleh bukan karena
kualitas dari produk tetapi nilai sosial atau self esteem yang
membuat pelanggan menjadi puas terhadap merek tertentu.
4. Harga
: Produk yang mempunyai kualitas sama tetapi menetapkan harga yang relatif
murah akan memberikan nilai yang lebih tinggi kepada pelanggannya.
5. Biaya
: Pelanggan tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu membuang
waktu untuk mendapatkan suatu produk atau jasa cenderung puas terhadap produk
atau jasa itu.
6. Brand personality : brand personality akan memberikan
kepuasan kepada konsumen secara internal (tidak bergantung kepada
pandangan/penilaian orang-orang disekitarnya). Unsur yang satu ini bersifat
sangat personal (individual pelanggan). Dalam hal ini setiap pelanggan berhak
mendefinisikan kepuasannya masing-masing, terserah orang mau bilang apa tentang
standarnya. Dengan kata lain ada suatu kefanatikan terhadap suatu produk
(barang/jasa dengan merk tertentu). Contohnya, ada segolongan pelanggan yang
akan terpuaskan oleh salah satu merk/produk dari suatu institusi, terlepas
orang di sekitarnya mencemooh, menentang maupun menilainya salah.
7. Kemudahan:
Di samping faktor-faktor di atas, kemudahan mendapatkan pelayanan/produk yang
tawarkan produsen juga menjadi faktor penting yang mempengaruhi kepuasan
pelanggan. Pelanggan akan merasa puas bila mereka dapat dengan mudah mengakses
produk/layanan jasa yang dibutuhkan. Kemampuan akses ini bisa diartikan
tersedianya fasilitas yang mudah, terjangkau dari segi jarak, dan terjangkau
dari segi biaya, dll.
8. Iklan/promosi
yang dijanjikan pemberi pelayanan/produsen barang. Iklan/promosi yang
dikeluarkan oleh pihak pemberi layanan/produk akan mempengaruhi tinggi
rendahnya harapan pelanggan terhadap suatu layanan/produk. Semakin tinggi janji
yang diberikan akan semakin tinggi pula harapan pelanggan yang terbentuk. Janji
yang muluk-muluk akan menjadi bumerang bagi institusi. Pada saat institusi
tidak mampu memenuhi janji yang diberikan kepada pelanggan, pelanggan akan
dengan mudah kehilangan kepercayaannya. Pelanggan akan merasa puas saat membeli
produk yang kualitasnya bagus, tahan lama, modelnya apik, dan memiliki banyak
keunggulan (fasilitas). Produk yang berbentuk pelayanan jasa, kualitas yang baik
dapat diartikan sebagai pelayanan yang tepat waktu, aman, paripurna, dan
diberkan oleh ahli, dan mudah dijangkau secara jarak maupun biaya.
g. Manfaat
mengukur kepuasan pelanggan
Ukuran kepuasan pelanggan dapat dikategorikan
sebagai kurang puas, puas dan sangat puas. Pengukuran mutu pelayanan dan
kepuasan pelanggan dapat digunakan untuk beberapa tujuan, yaitu:
1. Mempelajari persepsi
masing-masing pelanggan terhadap mutu pelayanan yang dicari, diminati dan
diterima atau tidak di terima pelanggan,yang akhirnya pelanggan merasa puas dan
terus melakukan kerja sama.
2. Mengetahui kebutuhan, keinginan,
persyaratan, dan harapan pelanggan pada saat sekarang dan masa yang akan datang
yang disediakan perusahaan yang sesungguhnya dengan harapan pelanggan atas
pelayanan yang diterima.
3. Meningkatkan mutu pelayanan sesuai dengan harapan-harapan
pelanggan.
Diskursus
soal mutu menjadi trend topic dari
dahulu sampai kini dan tidak pernah selesai. Mutu menjadi itu yang diiedalkan
oleh perusahaan terutama dalam produk yang dipruduksi. Mutu juga menjadi
sorotan konsumen sehingga dia tidak akan pernah selesai. Oleh karena menjadi
sorotan maka pihak perusahaan dalam menghasilkan produk terus memperbaharui dan
membuat kualitas pruduk itu menjadi lebih baik. Mutu dalam KBBI berarti ukuran baik buruk
suatu benda, kadar, taraf atau derajat (kepandaian, kecerdasan), kualitas dan
bobot. Menurut Juran (dalam Hadis dan
Nurhayati, 2010: 84), mutu produk ialah kecocokan penggunaan produk (fitness for use), untuk memenuhi
kebutuhan dan kepuasan pelanggan. kecocokan pengguna produk tersebut didasarkan
atas lima ciri utama, yiatu 1) teknologi; yaitu kekuatan; 2) psikologi, yaitu
citra rasa atau status; 3) waktu, yaitu kehandalan; 4) kontraktual, ada yaitu
jaminan; 5) etika,yaitu sopan santun. Sedangkan menurut Feigenbaum dalam Hadis
dan Nurhayati (2010: 85) menyatakan bahwa mutu adalah kepuasan pelanggan
sepenuhnya (full customer satisfaction).
Suatu produk dianggap memiliki kualitas apabila produk itu berkenan dihati
konsumen atau memberikan kepuasan bagi konsumen. Menurut Crosby mutu adalah
sesuai yang disyaratkan atau distandarkan (Conformance
to requirement), yaitu sesuai dengan standar mutu yang telah ditentukan,
baik inputnya, prosesnya maupun output-nya (Samsirin, 2015:142).
Dalam
ranah pendidikan mutu belajar mengajar merupakan kualitas yang dilakukan dan dihasilkan oleh
sebuah lembaga pendidikan. Menurut Hoy et al, (2000) menjelaskan bahwa mutu
pendidikan adalah hasil penilaian terhadap proses pendidikan dengan harapan
yang tinggi untuk dicapai dari upaya pengembangan bakat-bakat para pelanggan
pendidikan melalui proses pendidikan. Demikian mutu pendidikan merupakan suatu
hal yang penting dalam proses pendidikan. Oleh karena itu perbaikan proses
pendidikan merupakan salah satu upaya untuk mencapai keunggulan dalam
penyelenggaraan pendidikan. Pendidikan yang bermutu yaitu pelaksanaan
pendidikan yang dapat menghasilkan tenaga professional sesuai dengan kebutuhan
Negara dan bangsa (Ghufron, 2017:192). Peningkatan mutu pendidikan merupakan
bagian dari proses pendidikan itu sendiri dan merupakan hasil akhir dari proses
pendidikan. Hal ini tentu saja berkaitan erat dengan pengembangan dan
peningkatan Sumber Daya Manusia. Lembaga pendidikan dikatakan memiliki kualitas
atau mutu yang baik apabila menghasilka outcomes
yang berkualitas. Outcomes yang
berkualitas tentu dihasilkan dari input
yang berkualitas, proses berkualitas, dan output
yang berkualitas.
Peraturan
Pemerintah No. 19 tahun 2005 dinyatakan bahwa pendidikan di Indonesia
menggunakan delapan standar yang menjadi acuan dalam membangun dan
meningkatkan kualitas pendidikan, (dalam Ismanto, dkk, 2015: 72-74).
Standar Nasional Pendidikan merupakan kriteria minimal tentang sistem pendidikan
di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia, ada delapan
standar yang menjadi kriteria minimal tersebut yaitu:
1. Standar kompetensi lulusan adalah
kualifikasi kemampuan lulusan yang mencangkup sikap, pengetahuan, dan
keterampilan.
2. Standar isi adalah ruang lingkup
materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan tentang kriteria tentang tamatan,
kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, silabus pembelajaran yang
harus dipenuhi peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
3. Standar proses adalah standar nasional
pendidikan yang bekaitan dengan pelaksnaan pembelajaran pada satu satuan
pendidikan untuk mencapai satandar kompetensi lulusan.
4. Standar pendidik dan tenaga
kependidikan adalah kriteria pendidikan pra jabatan dan kelayakan fisik maupun
mental, serta pendidikan dalam jabatan.
5. Standar sarana dan prasarana adalah
standar nasional pendidikan yang berkaitan daenga kriteria minimal tentang ruan
belajar, tempat berolaraga, tempat beibadah, perpustakaan, laboratorium,
bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber
belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termaksut
penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.
6. Standar pengelolaan adalah standar nasional
pendidikan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan
kegiatan pendididkan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi,
atau nasional agar tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan
pendidikan.
7. Standar pembiayaan adalah standar
yang mengatur komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang
berlaku selama satu tahun.
8. Standar penilaian pendididkan adalah
standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan
instrumen hasil belajar peserta didik. Standar Nasional Pendidikan berfungsi
sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam
mewujudkan pendidikan nasionalyang bermutu serta bertujuan untuk menjamin mutu
pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang
bermartabat.
Mutu
dalam bidang pendidikan meliputi input,
proses, output, dan outcomes (Ghufron, 2017:192). Input, proses, output, dan outcomes merupakan indikator mutu
pendidikan.
1).
Indikator input terdiri dari :
a. Kurikulum
b. Gedung
c. Sarana
prasarana
d. Media
pendidikan
e. Sistem
administrasi pendidikan
f. Tenaga pengajar
g. Lingkungan
h. Dll
2). Indikator Proses
meliputi:
Dalam Hadis dan Nurhayati, (2010:98-99) menguraikan
dengan baik dan terperinci indikator dari proses mutu pendidikan. Sub indikator
itu meliputi:
a. Guru
membuka pelajaran dengan ucapan salam
b. Guru
melakukan presentasi siswa
c. Guru
menjeaskan materi ajar
d. Guru
memberikan kesempatan peserta didik untuk bertanya dan dikusi
e. Guru
memberikan penguatan
f. Guru
memberikan pertanyaan dasar dan lanjutan
g. Guru
menmbuat variasi dalam teknik mengajar
h. Guru
menggunakan stimulus untuk membangkitkan minat dan motivasi belajar
i.
Guru membuat kesimpulan materi ajar
j.
Guru menutup pelajaran
k. Dll.
3). Indikator outcome
Indikator outcome meliputi:
a. Guru
menilai hasil belajar siswa
b. Guru
menilai sikap dan prilaku kerjasama siswa dalam proses pembelajaran
c. Guru
menilai penguasaan materi oleh peserta didik baik dalam bentuk Tanya jawab atau
diskusi di kelas dan hasil assessment.
4).
Indikator Outcomes
Indikator outcomes meliputi:
a. Lulusan
yang berkualitas
b. Lulusan
yang mampu berdaya saing
d. Faktor yang
mempengaruhi Mutu
Secara garis besar ada dua faktor
yang mempengaruhi mutu yakni faktor internal dan eksternal (Hadis dan
Nurhayati, 2010: 100). Faktor internal merupakan aneka hal dari dalam yang
memberikan efek bagi lembaga pendidikan. Hal-hal itu berupa: psikologis,
sosiologis, dan fisologis yang ada pada komponen lembaga pendidikan. Sedangkan
faktor eksternal merupakan aneka faktor dari luar yang memberikan pengaruh bagi
lembaga pendidikan. Faktor eksternal meliputi: lingkungan, sarana-prasaran,
peralatan, dll. Faktor baik internal dan eksternal harus diperhatikan oleh guru
sebagai pendidik dan peserta didik sebagai pembelajar agar dapat mengubah dan
mengevaluasi jalannya proses pembelajaran sehingga menjadi lebih baik lagi.
Perubahan itu tentunya membawa pada wajah atau potret lembaga yang berkualitas.
Pada bidang pendidikan, banyak faktor
yang menentukan mutu pendidikan. Dalam pendekatan fungsi produksi, mutu
pendidikan ditentukan oleh faktor input dan faktor proses. Faktor input diantaranya
adalah: siswa, kurikulum, bahan ajar, metode/strategi pembelajaran, sarana
pembelajaran di sekolah, dukungan administrasi dan prasarana sekolah. Faktor
proses diantaranya adalah penciptaan suasana yang kondusif, koordinasi proses
pembelajaran, dan juga interaksi antar unsur-unsur di sekolah, baik guru dengan
guru, siswa dengan siswa, maupun guru dan staf administrasi sekolah, dalam konteks
akademis maupun nonakademis, kurikuler
maupun non kurikuler (Jaedun, 2011: 5).
Konteks mutu dapat pula dilihat dari
prestasi yang dicapai sekolah pada tiap
kurun waktu tertentu. Prestasi ini dapat dilihat dari student achievement atau prestasi di bidang lain, seperti olahraga,
kesenian, dan keterampilan. Selain itu, indikator lain yang dapat digunakan
sebagai ukuran mutu sekolah adalah kedisiplinan,
tanggungjawab, saling menghormati, dan kenyamanan sekolah. Di Indonesia,
prestasi akademik umumnya dijadikan salah satu indikator mutu sekolah yang
paling dominan, termasuk prestasi siswa dalam Ujian Nasional (UN).
BAB III
PEMBAHASAN
Dalam
penelitian ini, peneliti menggunakan alat analisis yang disebut dengan SWOT.
SWOT merupakan singkatan dari strengths,
weaknesses, opportunities, dan threast.
Analisis SWOT adalah upaya yang dilakukan oleh perusahaan atau lembaga pendidikan
untuk mengenali kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman (threast) dalam menentukan strategi yang
tepat agar mampu bersaing dengan lembaga pendidikan lainnya. Informasi internal
(SW) dapat ditemukan dari faktor internal dengan menganalisis kekuatan dan
kelemahan, sedangkan informasi eksternal (OT) dapat diperoleh dari aneka sumber
yang berasal dari luar lingkungan organisasi atau perusahaan.
Untuk
mendapatkan informasi yang akurat dalam penelitian ini, terlebih dahulu
peneliti menganalisis masalah internal dan eksternal perusahaan dengan analisis
SWOT untuk mendapatkan hasil strategi yang cocok untuk diterapkan dalam
manajemen mutu pendidikan. Berikut akan
urakan aneka faktor internal dan eksternal dalam lembaga pendidikan menggunakan
alat analisis SWOT.
Faktor
kekuatan dalam lembaga pendidikan adalah komponen khusus atau
keunggulan-keunggulan-keunggulan lain yang berakibat pada nilai lebih atau
keunggulan komperatif lembaga pendidikan itu tersebut. Hal ini bisa ditemukan
atau ditelisik dari output-input-proses dari
lembaga pendidikan misalnya:
Ø Keterampilan
atau skill yang disalurkan kepada
peserta didik,
Ø Standar
mutu lulusan,
Ø Gedung
sekolah yang memadai dan nyaman untuk belajar
Ø Fasilitas
lengkap
Ø Kualitas
guru-guru
Ø Citra
positif lembaga
Ø Sumber
keuangan yang jelas
Ø Promosi
itens
Ø Kerja
sama dengan orang tua, komite, Yayasan
Analisis SWOT dalam dunia pendidikan
sangat penting untuk mengenali atau mengetahui dengan gamblang kekuatan dasar
lembaga pendidikan itu sendiri. Pengenalan kekuatan lembaga pendidikan sangat
penting supaya mampu mendongkrak image
lembaga. Hal ini sebagai langkah awal menuju pendidikan yang berbasis kualitas
tinggi. Mengetahui kekuatan dan merefleksikannya adalah sebuah langkah besar
untuk menuju kemajuan lembaga pendidikan itu sendiri.
Dalam
dunia pendidikan pasti memiliki sisi lemahnya. Kelemahan yang ada merupakan hal
wajar dan tinggal saja bagaimana caranya meminimalisir atau memperbaikinya.
Kelemahan yang ada dalam dunia pendidikan saat ini adalah demikian:
Ø Soal
sarana dan prasarana pendidikan
Ø Kualitas
pendidik
Ø Belum
mengunakan teknologi informasi yang memadai
Ø Media
pelajaran masih minim
Ø Lemahnya
kepercayaan masyarakat
Ø Tidak
sinkronnya hasil lulusan dan kebutuhan masyarakat,
Ø Belum
ada MOU pemanfaatan alumni dengan swasta
Ø Sistem
administrasi belum online
Ø Proses
interaksi dalam pelajaran masih lemah
Ø Tingkat
kelulusan dan lain sebagainya.
Faktor-faktor
kelemahan yang harus dibenahi oleh para pengelolah lembaga pendidkan antara
lain: lemahnya SDM dalam lembaga pendidikan, sarana dan prasarana dalam dunia pendidikan,
lembaga pendidikan swasta umumnya kurang bisa menangkap peluang, output lembaga pendidikan belum
sepenuhnya bersaing dengan output
lembaga pendidikan lainnya.
Peluang adalah suatu
kondisi lingkungan eksternal yang menguntungkan bahkan menjadi formulasi bagi
lembaga pendidikan. Formulasi lingkungan misalnya: kecendrungan penting yang
terjadi dikalangan peserta didik, identifikasi suatu layanan pendidikan yang
belum mendapat perhatian, perubahan dalam keadaan persaingan, dan hubungan dengan
pengguna atau pelanggan dan lain sebagainya. Lalu, apa saja yang menjadi
peluang dalam dunia pendidikan kini? Peluang pengembangan lembaga pendidikan
kini adalah:
Ø Di
erah yang sedang berada dalam krisis nilai ini diperlukan peran serta
pendidikan agama yang lebih dominan. Krisis nilai yang dimaksud di sini adalah
nilai moral, etika.
Ø Lembaga
pendidikan harus segera menguba cara atau metode belajar siswa dengan
memanfaatkan alat teknologi
Ø Pola
kehidupan masyarakat modern yang cendrung konsumtif dan hedonis tentunya
membutuhkan lembaga pendidik. Lembaga pendidikan harus cepat menangkap peluang
yang ada.
Ø Tingginya
animo masyarakat untuk menyekolahkan anaknya
Ø Adanya
dukungan dana APBN
Ancaman
merupakan kebalikan dari peluang. Ancaman meliputi faktor-faktor lingkungan
yang tidak menguntungkan bagi sebuah lembaga pendidikan. Jika ancaman itu tidak
segera diatasi, maka akan menjadi sebuah penghalang bagi majunya lembaga
pendidikan. Ancaman yang terjadi dalam dunia pendidikan kini adalah sebagai berikut:
Ø Minat
peserta didik baru yang semakin menurun setiap tahun,
Ø Kurangnya
kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pendidikan
Ø Tingginya
pertumbuhan lembaga pendidikan
Ø Kompetitor
menawarkan hal yang sama
Ø Biaya
pendidikan yang mahal
Ø dan
lain sebagainya.
Berdasarkan
temuan data di atas, maka dapat dikatakan bahwa lembaga pendidikan perlu
membenah, atau mereformasi pendidikan agar cita-cita ideal yakni kualitas
pendidikan dapat tercapai. Ada kaitan
yang mendalam dan sigifikan antara kepuasan kerja dan mutu atau kualitas
pendidikan. Kepuasan konsumen baik primer, sekunder dan tersier dapat terpenuhi
apabila lembaga pendidikan betul-betul memiliki kualitas yang baik. Kualitas
sebuah lembaga pendidikan dikatakan baik apabila input-proses-output-dan outcomes yang ada baik atau berkualitas. Apabila keeempat eleman
penting tadi berkualitas, maka sdengan sendirinya kepuasan konsumen itu
terjawab. Tidak hanya terjawab tetapi konsumen akan loyal pada lembaga
pendidikan itu. Berangkat dari data analisis SWOT diatas, maka hal yang menjadi
saran dalam meningkatkan kualitas
pendidikan adalah:
Ø Lembaga
pendidikan menggunakan kekuatan untuk melihat peluang yang ada (strategi S-O).
Strategi ini digunakan oleh lembaga pendidikan untuk melihat peluang yang ada
dan merebutnya dengan kekuatan yang dimiliki.
Ø Lembaga
pendidikan mengunakan kekuatan untuk menjawab aneka tantangan yang ada
(strategi S-T). Lembaga pendidikan menggunakan kekuatan internal untuk
mengantisipasi dan menghindari ancaman eksternal yang ada.
Ø Lembaga
pendidikan memanfaatkan peluang yang ada untuk meminimalisir atau memperbaiki
kelemahan yang ada (startegi W-O).
Ø Lembaga
pendidikan berusaha mengurangi kelemahan
internal dan menghindari ancaman eksternal yang ada (W-T).
Lembaga
pendidikan perlu sekali berorientasi pada kepuasan pelanggan (Customer Satisfaction). Pelanggan yang
puas akan layanan pendidikan, akan meningkatkan keberhasilan lembaga, loyalitas
dan retensi stakeholders. Keempat trik atau saran diatas merupakan
langkah dalam membangun kepuasan pelanggan. Sebagai contoh, lembaga pendidikan
harus menyediakan guru yang profesional, gedung atau sarana prasaran yang
memadai dan nyaman, transparansi biaya, membangun komunikasi yang baik dengan
peserta didik, orang tua/wali, komite, Yayasan, dan masyarakat, membangun
hubungan baik dengan alumni, para donator, menyediakan media pembelajaran yang
baik, memiliki metode belajar yang unik dan disukai peserta didik, menelurkan
peserta didik yang berkualitas dan lain sebagainya. Ini semua dapat meningkatkan
kualitas pendidikan kita .
Lembaga
pendidikan sebagai penyedia jasa memberikan garansi atau jaminan istimewa ini
dirancang untuk meringankan kerugian pelanggan, ketika pelanggan tidak puas
dengan jasa yang di dapatkannya. Garansi yang diberikan berupa Garansi Internal
serta garansi Eksternal. Penanganan keluhan yang baik memberikan peluang untuk
mengubah seorang pelanggan yang tidak puas, menjadi pelanggan yang puas. Dalam
menangani keluhan pelanggan ada empat aspek penting yang harus dilakukan,
sebagaimana yang diungkapkan oleh Nasution (2004), yakni:
a)
Empati pada pelanggan yang marah
b)
Kecepatan dalam penanganan keluhan
c) Kewajaran atau keadilan dalam memecahkan
permasalahan atau keluhan.
d)
Kemudahan bagi pelanggan untuk menghubungi lembaga (penyedia jasa).
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
Pendidikan yang bermutu adalah
pendidikan yang dapat menghasilkan keluaran, baik pelayanan dan lulusan yang
sesuai kebutuhan atau harapan pelanggan (pasar) nya. Fiegenbaum mengartikan
mutu adalah kepuasan pelanggan sepenuhnya (full
customer satisfaction). Pelanggan adalah semua orang yang menuntut penyedia
jasa agar jasa yang diterima sesuai dengan standar yang telah ditentukan.
Pelanggan dibedakan menjadi dua, yaitu pelanggan internal dan pelanggan
eksternal. Beberapa prinsip dasar dalam kualitas yang ditetapkan untuk kepuasan
pelanggan, yaitu: Pertama, pelanggan
harus merupakan prioritas utama organisasi. Kedua,
pelanggan yang dapat diandalkan merupakan pelanggan yang paling penting, yaitu
pelanggan yang membeli berkali-kali. Ketiga,
kepuasan pelanggan dijamin dengan menghasilkan produk berkualitas tinggi dengan
perbaikan terus-menerus.
Analisis
SWOT dipahami sebagai pengujian terhadap kekuatan dan kelemahan internal sebuah
organisasi atau lembaga serta peluang dan ancaman lingkungan eksternalnya. Jika
diterapkan dalam lembaga pendidikan maka analisis SWOT dapat dipahami sebagai
bentuk pengujian terhadap kekuatan dan kelemahan internal lembaga pendidikan
serta melihat peluang dan ancaman lingkungan pendidikan itu sendiri. Analisis
SWOT digunakan dalam ruang lingkup pendidikan sehingga kita dapat memperoleh
gambaran secara menyeluruh mengenai situasi pendidikan itu sendiri. Hal ini
dapat membantu dalam pengembangan sebuah visi, misi di masa depan agar dapat
menjawabi tujuan pendidikan itu sendiri. Hasil dari analisis SWOT ini adalah
rekomendasi untuk mempertahankan kekuatan dan menambah keuntungan dari peluang
yang ada, sambil mengurangi kekurangan dan menghindari ancaman. Hasil dari
analisis ini dapat mengubah image
lembaga pendidikan dalam membangun kualitas pelayanan agar pendidikan kita
semakin berkualitas. Jika pendidikan itu berkualitas maka dengan sendirinya
kepuasan konsumen itu terjawab. Kepuasan konsumen adalah titik akhir dari
kualitas pendidikan yang diperoleh. Lembaga pendidikan dalam proses perubahan
perlu melakukan evaluasi dengan metode SWOT agar menemukan langkah strategis
dalam memperbaiki kinerja pendidikan agar mencapai kualitas pendidikan yang baik,
bermutu, dan berdaya saing.
DAFTAR PUSTAKA
Ariansyah, Kasmad,
2017, Faktor-Faktor yang Memengaruhi
Kepuasan Pelanggan terhadap
Layanan Pitalebar Bergerak, Buletin Pos dan Telekomunikasi, Vol. 15 No.1. diakses
dalam https://www.researchgate.net/publication/319014453_Faktor-Faktor_yang_Memengaruhi_Kepuasan_Pelanggan_terhadap_Layanan_Pitalebar_Bergerak .
Goetsch
dan Davis, 1994, Introduction to Total
Quality, Englewood Cliffts: Prentice-Hall Inc.
Hoy
et al., 2000, Open School an HealtySchool Measuring Organizational Climate,
Sage Publications, Retrieved July, 12 2009 akses https://www.
Waynekhoy.com/org_trust.html.
Ghufron,
Muh, 2017, Filsafat Pendidikan, Yogyakarta: Kalimedia.
Hadis, Abdul dan Hj. Nurhayati, 2010, Manjemen
Mutu Pendidikan, Bandung: Alfabeta.
Jaedun,
Amat, 2011, Benchmarking Standar Mutu
Pendidikan, Makalah Seminar Nasional, Yogyakarta: Universitas Negeri
Yogyakarta.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Gramedia, 2008), Ed. IV, Cet. I.
Lupiyoadi,
Rambat, 2001, Manajemen Pemasaran Jasa,
Teori dan Praktek, Jakarta: PT. Salemba
Empat.
Moleong, L. J. 2014. Metodologi Penelitian
Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Nasution, M.,
2004, Manajemen Jasa Terpadu, Bogor: PT Ghalia Indonesia.
Philip Kotler, Manajemen Pemasaran,
(Jakarta: Erlangga, 2012)
_______,
Manajemen Pemasaran: Analisis, Perencanaan, Implementasi dan Pengendalian,
(Jakarta: Erlangga, 2001)
Ismanto,
Hadi, dkk, 2015, Kompilasi Penelitian Pendidikan, Jilid 1, Sidoarjo:
Nizamia Learning Center.
Sallis, Edward, 2007, Total Quality
Management in Education, Jakarta:Ircisod.
Samsirin,
2015, Konsep Mutu dan Kepuasan Pelanggan dalam Pendidikan Islam, Jurnal
At-Ta’dib, Vol. 10. No. 1, Juni.
Slamet,
Margono, 1994, Manajemen Mutu Terpadu dan Perguruan Tinggi Bermutu,Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
UU
RI No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Yarnest,
2011, Manjemen Mutu Pendidikan, Diktat Kuliah, Malang: Pascasarjana Universitas Malang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar