Yosep Belen Keban
Pendahuluan
Berbicara
mengenai sejarah berarti kita berbicara mengenai sesuatu peristiwa yang terjadi
pada masa lampau. Peristiwa itu dikisahkan kembali oleh para penutur sehingga
banyak versi yang ditemukan. Berkaitan dengan hal itu maka patutlah dilakukan
sebuah kajian historis atau pembelajaran kembali agar menemukan data-data yang
pasti. Diskursus mengenai sejarah akan mendapat tempat atau posisinya apabila
dilakukan secara baik dan mengedepankan data-data historis. Dalam uraian paper
ini penulis mencoba mengangkat ke permukaan data-data historis agama Islam di
Indonesia. Adapun tujuan dari penulisan ini adalah untuk meningkatkan rasa
ingin tahu atau menamba wawasan pengetahuan dan cakrawala berpikir akan Islam
di Indonesia dan penjabaran-penjabarannya. Bagaimana awal mula Islam di
Indonesia dan bagaimana cara penyebarannya sehingga eksistensi Islam hampir ada
di setiap daerah? Di mana pertama kali bibit agama Islam ini bersemi? Siapa
saja yang terlibat dalam penyebarannya? Semua itu akan diuraikan oleh penulis
dalam paper ini. Penyebaran agama Islam di Indonesia hanyalah sebuah motif
kecil dalam perpolitikan oleh para penguasa saat ini. Mereka mengambil hati
penduduk dengan gaya persuasif dan penuh sopan santun sehingga para penduduk
lokal menaru simpatik kepada mereka. Mereka adalah para saudagar yang datang
dari Arab, Cina dan India untuk mencari rempah-rempah.
Panorama Umum
Menurut
data-data sejarah bahwa perkembangan dan penyebaran agama Islam di Indonesia
atau Islam tiba di Indonesia untuk pertama kalinya pada abad ketuju atau
kedelapan masehi yang dibawa langsung oleh para saudagar dari Arab, Persia dan
India[1].
Keberadaan Islam di Indonesia tentu tidak terlepas dari peran penting para
saudagar yang pada saat itu yang menjelajahi wilayah-wilayah yang memiliki
potensi alam yang menjanjikan. Mereka tidak hanya sebagai penjelajah bumi
Indonesia dalam mencari rempah-rempah tetapi sekaligus sebagai guru atau
pengajar agama Islam. Alasan lain dalam sejarah yang mengatakan bahwa mula-mula
Islam dibawa masuk oleh para saudagar India, Gujarat adalah hubungan dagang antara orang-orang Hindu
dengan orang-orang Indonesia sebelum memeluk Islam. Selain itu pula sebab
Gujarat adalah pelabuhan yang terpenting tempat bertolaknya para saudagar Hindu
maupun Islam ke Indonesia. Alasan lain juga yakni ditemukan nama-nama yang
terkubur adalah erasal dari bangsa India atau Persia.
Dalam perjalanan mencari
rempah-rempah itu daerah pertama yang disinggahi oleh para saudagar adalah
daerah Sumatera. Bukti paling kuat dan tua kehadiran orang Islam ditemukan
disepanjang jalur perdagangan mulai dari Sumatera di barat sampai pada Maluku
di wilayah timur. Agama baru ini diduga sampai di Maluku sebelum akhir abad ke
XV. Di sana para saudagar mulai mengajar banyak hal mengenai agama Islam kepada
para penduduk setempat. Usaha mereka dinyatakan berhasil atau memuaskan. Hal
ini ditandai dengan pendirian wilayah kerajaan. Dikatakan bahwa kerajaan Islam
pertama di Indonesia adalah kerajaan Pasai di daerah Aceh[2].Benih
Islam pertama di tanah Sumatera Utara ini datang dari tanah Mekkah sendiri yang
dibawah langsung oleh Syeich Ismail[3].
Ia yang menyiarkan agama Islam di sana dan mengislamkan raja Pase dan secara
perlahan Islam menyebar dikalangan masyarakat luas. Berkaitan hal ini tentu
merujuk pada catatan-catatan historis yang ditinggalkan oleh seorang Vanesia
Marco Polo dari abad ke XIII dan juga kisah pelayaran dari seorang peninjau
Arab Ibn Batutah yang masih ada pada abad ke XIV[4].
Dalam catatan historis Marco Polo ditemukan tulisannya mengenai keberadaan
Islam di Indonesia. Dikatakan dalam tulisan itu adalah demikian Islam sudah
berada di Indonesia pada tahun 1292 di mana Islam sudah menguasai
kerajaan-kerajaan kecil di Sumatera dan
salah satunya adalah Ferlec[5].
Perkembangan atau penyebaran agama
Islam terbilang cukup cepat lajunya sebab mereka tidak hanya mengajar tetapi
berusaha membangun tangga relasi antar penduduk pribumi. Sejak awal fenomena
Islam di Indonesia selalu bergerak di masyarakat akar rumput atau bercorak
masyarakat pinggiran kota (urban phenomenon), merekalah yang pertama-tama
memeluk agama Islam setelah itu baru kalangan atas. Ajaran Islam mengenai
persamaan hak juga menjadi trending topic
sehingga banyak menaruh minat dan simpatik. Relasi yang dibangun itu kemudian
menjadi relasi keluarga dan bahkan terjadinya relasi perkawinan. Oleh karena
terjadinya pencampuran perkawinan antara penduduk pribumi dan para saudagar
maka secara perlahan juga menyebar juga ajaran Islam itu sendiri. Dengan adanya
sistem perkawinan maka sistem sosial budaya di tempat itu juga mengalami
perubahan yang signifikan. Boleh dikatakan bahwa perkawinan menjadi itu yang
membuat penyebaran agama Islam semakin dikenal luas sehingga banyak yang
di”tobatkan”. Mula-mula dari ruang lingkup yang kecil namun seiring
perkembangan waktu terbentuklah kelompok yang besar dengan berpedoman pada
nilai-nilai hidup dan norma yang ada. Oleh karena demikian maka ada gaung untuk
membentuk sebuah Negara. Proses itu terbilang memakan waktu yang panjang.
Perkembangan dan penyebaran agama
Islam di Indonesia tidak hanya di wilayah Sumatera-Aceh namun dari sana mereka
menyebar ke wilayah-wilayah lainnya seperti ke Malaka dan ke pulau Jawa. Di
Malaka perkembangannya cukup pesat sehingga menyebar sampai ke Melayu. Pada
abad ke XV Malaka sangat dikenal dikawasan Asia karena merupakan wilayah
perdagangan dan perniagaan Asia. Wilayah ini pada waktu itu berada dibawah
kekuasaan kerajaan Majapahit. Akan tetapi kekokohan kerajaan Majapahit sebagai
penguasa Asia Tenggara tidak berlangsung lama. Melihat hal itu para pemimpin
Malaka mengatur strategi untuk membangun kerajaan kecil. Mereka mulai mencari
siasat dengan menahan menahan kapal-kapal perdagangan yang melewati atau
berlayar dari India, Cina menuju Indonesia. Dengan demikian perlahan Malaka
terkenal sebagai rumah singgah kapal-kapal yang berlayar untuk membayar pajak.
Di sinilah tempat bertemunya para pedagang dan para nelayan. Oleh karena
pertemuan ini maka lahirlah semangat kekeluargaan. Dari sini pula Islam itu
berkembang dengan pesat. Oleh karena perjumpaan itu mereka membentuk sebuah
Negara. Negara yang dibentuk adalah kesultan Malaka[6]. Pendirian
kota Malaka ini sangat beruntung karena bertepatan dengan imperium Cina di bawa
dinasti kaisar Ming. Oleh karena itu kekuasaan Malaka yang sebelumnya berada
dibawa kekuasaan Majapahit beralih membayar upeti kepada pemimpin Cina. Hal ini
berawal dari dialog yang dibangun antara pemimpin Malaka dan pemimpin Cina yang
mana para penduduk lokal sudah menaru simpatik yang mendalam kepada para orang
Cina yang sebelumnya sudah datang ke Malaka menjelaskan visi mereka dengan gaya
persuasif dan sopan. Hubungan antara kedua wilayah ini sangat erat dan
berlangsung dalam waktu yang panjang.
Dalam kurun
waktu itu, kerajaan Majapahit semakin lama semakin goya dan terguncang sehingga
adanya peralihan takhta kerajaan Majapahit kepada sebuah dinasti yang baru dan
perpindahan kediaman raja dari Majapahit ke Keraton baru. Seiring berjalannya
waktu perlahan-lahan Cina semakin dihormati dan disegani sehingga pada tahun
1914 ketika itu pengusaha Malaka yang bernama Muhammad Iskandar Syah
mengunjungi Cina ia mengatakan bahwa keluarga penguasa Malaka entah sudah masuk
Islam atau digantikan oleh dinasti Muslim yang baru. Hal ini ditandai adanya
tulisan di batu-batu nisan raja-raja. Batu nisan itu diimport dari Gujarat dan
prasasti itu ditulis dalam bahasa Arab, bahasa suci dan tulisan Islam[7]. Sementara di pulau Jawa sendiri dibawakan
langsung oleh Maulana Malik Ibrahim yang
pernah melakukan studi di Pasai.
Penyebaran Islam di Kepulauan Indonesia[8]
Penyebaran agam Islam di wilayah
Nusantara dilakukan dengan cara damai dan aman melalui perdagangan, perkawinan
dan relasi dalam kehidupan. Penyebaran ini membangun sebuah basis massa yang
kuat sehingga menjadi ancaman kuat bagi bangsa-bangsa lainnya secara politis.
Oleh karena ini maka lahirlah ketakutan atau kecemasan sehingga muncullah
persoalan atau permusuhan. Persoalan ini berawal dari kehadiran bangsa Protugis
itu sendiri. Kehadiran mereka memporak-porandakan sistem sosial dan kekuatan
kerajaan di Malaka. Oleh karena itu, banyak kaum Islam melakukan perjalanan
atau melarikan diri dari Malaka. Mereka kemudian tersebar diberbagai tempat
sehingga di sana mereka menjadi penyiar agama Islam itu sendiri. Jasa mereka
sungguhlah berarti. Berikut akan diuraikan secara singkat perkembangan Islam di
Nusantara.
Ø Islam di Sumatera
Setelah Malaka jatuh ke tangan
bangsa Protugis, para saudagar menyingkir ke Sumatera Selatan. Sehingga pada
akhir abad ke XV Islam sudah tersebar di sana. Islam berada di sana dibawa oleh
seorang mualig yang bernama Menak Kepala Bumi. Selain itu Sultan Hasanuddin
juga pernah mengirim utusan ke sana yang bernama Ki Amar. Oleh karena
penyebarannya sangat cepat maka ditobatkan seorang bupati yang dahulunya di
bawah kekuasaan Majapahit. Ia adalah Aria Abdillah. Dari dialah diutusnya Raden
Fatah utuk belajar pendidikan Islam. Raden Fatah kemudian mendirikan kerajaan
Demak (Islam Demak).
Kerajaan yang bercorak Islam di
Palembang jatuh pada awal abad ke XVI namun penduduk setempat tetap meyakini
ajaran mereka sampai dengan saat ini.
Ø Islam di Kalimantan
Keberadaan Islam
di tanah Kalimantan dipengaruhi oleh dua
hal yakni masuknya para pedagang. Para pedagang itu datang dari Malaka dan hal
itu karena Malaka jatuh ke tangan Protugis. Para pedagang itu mendiami pesisir
pantai wilayah barat Kalimantan lalu menyebarkan diri sampai ke pantai Utara.
Selain para
pedagang yang masuk ke daerah ini ada juga hal lain yang mempengaruhinya yaitu
dikirimnya utusan atau Mubalig dari kerajaan Islam Demak ke daerah Kalimantan
bagian Selatan. Oleh karena itu di sana para Mualig itu menyebarkan agama Islam
sehingga mendirikan juga sebuah kerajaan. Kerajaan itu adalah kerajaan Banjar.
Pangeran Antasari adalah seorang tokoh yang terkenal dalam sejarah berkaitan
dengan pengusiran penjajah.
Ø Islam di Sulawesi
Berdasarkan data
sejarah bahwa ketika bangsa Protugis tiba di daerah ini sekitar tahun 1540
Masehi penduduk pribumi di sana ada yang sudah memiliki agama. Agama yang
dipeluk adalah Islam. Temuan ini menjadi nyata di mana ditandai pada abad ke
XVII lahirlah sejumlah kerajaan Islam seperti: Makasar, Bugis, Luwu, dan
lain-lain. Raja yang pertama kali memeluk agama Islam adalah raja Sultan Aladin
Awwalul Islam beserta wazir besarnya yang bernama Karaeng Matopa. Oleh karena
Raja setempat memeluk agama Islam yang pertama maka secara otomatis para
penduduknya juga mengikuti raja itu sendiri.
Keberadaan Islam
di Sulawesi juga tidak terlepas dari para Mubalig dari Minangkabau yang
merantau ke Timur. Mereka tidak hanya merantau mencari sesuap nasi di tanah
orang namun kehadiran mereka juga membawa berkat bagi para masyarakat Sulawesi
untuk berkeyakinan atau memeluk agama Islam. Kehadiran para Mubalig ini membawa
respon posistif dan berhasil sehingga melahirkan mubalig-mubalig Makasar. Para
mubalig Makasar kemudian memperluas wilayah mereka ke Wajo, Soppeng, Sindreng,
Ternate, dll.
Pengaruh kuat Islam tidak hanya di Makasar
tetapi juga di Bugis. Walaupun sulit namun usaha penyebaran agama di daerah ini
juga terbilang berhasil. Keberhasilan itu ditandai dengan seorang tokoh yang
terkenal sampai di Aceh yakni Daeng Mansur yang kemudian hari disebut Tengku di
Bugis. Orang-orang Bugis sendiri dilabeli sebagi para pengembara yang
mengarungi lautan sehingga mereka juga memiliki peranan yang penting dalam
sejarah penyebaran agama secara damai.
Ø Islam di Maluku dan Irian Jaya
Pada waktu itu kedua wilayah ini
sangat terkenal dengan hasil rempah-rempahnya. Oleh karena hasil alam ini maka
para saudagar melirik dan berlayar menuju daerah ini khususnya di Maluku.
Menurut data sejarah Islam masuk daerah Ternate pada tahun 1440. Raja Islam
masuk menjadi Islam pada tahun 1495
setelah pergi ke Gresik setelah itu disusul patinya yang bernama Pati Putah
dari Amboina. Pati ini belajar agama Islam di pulau Jawa. Setelah kedua orang
yang berpengaruhi ini memeluk agama Islam secara perlahan Islam meramba ke
seluruh daerah di Malaku.
Setelah Ternate, kerajaan lain yang tidak kala pengaruhnya ialah
kerajaan Tidore. Kekuasaan kerajaan ini meliputi sebagain Halmahera, sebagian
kepulauan Seram dan pantai Barat Irian. Perkembangan Islam mencapai puncak pada
abad XV. Penganjur agama yang sukses dan berjasa adalah Syekh Mansur. Diketahui
juga bahwa raja Tidore yang pertama kali memeluk agama Islam adalah Cirali
Lijitu yang kemudian berganti nama dengan Sultan Jamaluddin.
Selain kedua kerajaan itu ada pula kerajaan lainnya yakni Bacan. Wilayah
dari kerajaan ini meliputi kepulauan Bacan, Waigeo, Solowati dan Misool,
termasuk wilayah Kepala Burung daratan Irian Jaya. Diketahui pada tahun 1520
raja Bacan yang bernama Zainulabidin memeluk agama Islam.
Selain Ternate, Tidore dan Bacan juga ada kerajaan yang bernama Jailolo.
Wilayah kekeuasaan meliputi Halmahera dan pesiar Utara pulau Seram yang berdiri
pada tahun 1521 M. Berdirinya kerajaan ini juga intervensi dari para mubalig
Muslim pada waktu itu.
Ø Islam di Nusa Tenggara
Berdasarkan
data historis bahwa perkembangan agama Islam di daerah ini sekitar abad ke XVI.
Wilayah nusantara yang meliputi Sumbawa, Bima dan Lombok. Perkembangan Islam
sampai di wilayah ini tidak lain adalah misi perdagangan itu sendiri. Hal ini
juga ditandai dengan adanya hubungan perniagaan dengan kerajaan Bugis dan
Makasar. Hal yang sebagai petunjuk sejarah adalah ditemukan makam penyiar Islam
dari Makasar dan Sultan Bima di Bima.
Di Sumbawa sendiri ketika terjadi ledakan atau letusan gunung Tambora
pada tahun 1815, Haji Ali seorang pemimpin dan mubalig di daerah ini
menyampaikan pesan pertobatan. Pesan itu membawa kabar gembira bagi para Islam
di mana banyak beralih ke agama Islam. Sedangkan daerah Lombok juga menjadi
sasaran penyebaran agama Islam sendiri. Kebanyakan mubalig datang dari Bugis.
Sedangkan penyebarluasan
Islam diwilayah lain di nusantara seperti Flores. Sumba dan Timor berlangsung
setelah penjajahan oleh bangsa Belanda berada di Indonesia. Yang berperan penting dalam penyebarluasan agama Islam di
sana adalah para tokoh penting yang dibuang ke daerah ini. Mereka datang dari
Jawa, Aceh, dan Sumatera Barat. Jasa mereka sebagai penyiar agama menjadi
fondasi iman Islam di sana.
Ø Islam di Jawa
Sebelum kehadiran agama Islam di
tanah Jawa, masyarakat setempat sudah memiliki kultur yang sangat tinggi.
Mereka memiliki aneka kebudayaan dan seni. Hal ini diketahui sejak pada zaman
kerajaan-kerajaan yang ada. Kerajaan yang berkembang di zaman itu yakni
Majapahit, Medangkemulan, Mataram lama, Taruma Negara, Pajajaran, Jengala, dan Singosari.
Boleh dikatakan bahwa masyarakat setempat memiliki daya kreativitas dan sumber
manusia yang tinggi ketimbang tempat-tempat lain. Melihat tingginya kebudayaan
di tanah Jawa ini maka para penyebar agama Islam merubah cara atau metode
pengajarannya. Perubahan itu tentu dilakukan secara damai sama seperti
penyebaran Islam di tanah Nusantara lainnya.
Penyebaran agama Islam di Jawa
sama seperti di daerah-daerah lainnya yakni dilakukan secara damai dan aman.
Hanya di Jawa penyebaran agama dilakukan melalui proses asimilasi dan
akulturasi sehingga oleh masyarakat setempat dirasakan sebagai kelanjutan dari
sesuatu yang telah ada dalam kebudayaan mereka. Berdasarkan sejarah bahwa
penyebaran agama Islam dilakukan oleh para Wali. Atau dengan kata lain peran
para Wali sangat penting dalam penyebaran agama Islam di Jawa. Para Wali ini
terdiri dari Sembilan wali sehingga disebut dengan “Wali Songo”. Kata walisongo
berasal dari perpaduan dua bahasa yakni Arab dan Jawa. Wali merupakan singkatan dari Waliyullah
yang berasal dari bahasa Arab yang berarti “orang yang dicintai dan mencintai
Allah” sedangkan kata Songo berasal
dari bahasa Jawa yang berarti sembilan. Dengan demikian, kata “Wali Songo” berarti Sembilan orang yang
mencinta dan dicintai oleh Allah[9].
Berikut ini akan dibahas kesembilan wali itu dalam penyebaran agama Islam di
Jawa serta karya-karya mereka di tanah Jawa. Kesembilan wali itu adalah:[10]
§ Syekh Maulana
Malik Ibrahim. Dia sangat terkenal sebagai tokoh yang memiliki ide untuk
membuat Pondok Pesantren yang pertama. Dia juga sebagai mubalig yang membawa
Islam di tanah Jawa usai studi di Pasai.
§ Raden Rahmat
atau Sunan Ampel. Dia dikenal sebagai tokoh pencipta pertama “Asrama Kesatria”
di Ampel Surabaya. Di samping itu ia juga berperan dalam penyebaran Islam di
Jawa Timur. Ia juga sebagai penggagas kerajaan Islam Demak. Kerajaan ini
merupakan kerajaan Islam di tanah Jawa.
§ Sunan Mahdum
Ibrahim atau Sunan Bonang. Ia adalah putera dari Sunan Ampel penyebar Islam di
pesisir sebelah Utara Jawa Timur. Ia juga pencipta gending (irama) Durma.
§ Raden Paku atau
Sunan Giri. Ia adalah penyair Islam ke daerah Sulawesi dan Nusa Tenggara.
Pencipta cara pendidikan dengan permaianan yang berciri keagamaan.
§ Syarif
Hidayatulla atau Sunan Gunung Jati atau juga disebut Fatahillah. Ia yang
mendirikan kota Jayakarta yang saat ini sebagai kota Negara R.I.
§ Jafar Sadik atau
Sunan Kudus. Ia sebagai penyiar Islam di daerah Jawa Tengah di pesisir sebelah
utara, pencipta gending Mas Kumambang dan Mijil. Ia juga dikenal sebagai
sebagai pujangga yang berciri keagamaan.
§ Raden Prawoto
atau Sunan Muria Pada. Ia adalah pencipta gending Sinom dan Kinanti. Ia juga
sebagai penyiar Islam dengan gaya pendekatan kepada para nelayan, pelaut, dan
pedagang. Ia juga yang mempertahankan gamelan sebagai sampai satu-satunya kesenian Jawa yang
menjadi kegemaran masyarakat sampai saat ini. Dengan kesenian demikian
dimasukanlah nafas agama Islam kepada masyarakat sehingga cepat atau muda
menangkapinya.
§ Sarafuddin atau
Sunan Drajat. Ia adalah putera dari Sunan Ampel, pencipta gending Tampur dan
seorang sosiawan yang suka menolong kaum-kaum kecil atau tertindas.
§ R.M. Syahid atau
Sunan Kalijogo. Ia adalah pencipta wayang kulit dan penggubah cerita yang
bernafas Islam. Ia menyiarkan agama Islam di wilayah bagian Jawa Tengah ke
bagian Selatan.
Penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh
para Wali ini mendapat tempat dihati masyarakat Jawa. Penyebaran agama yang dilakukan
oleh para Wali ini sungguh-sungguh berhasil. Keberhasilan itu dapat dilihat di
mana saat ini para penduduk di Jawa mayoritasnya memeluk agama Islam. Menurut
data historis bahwa sekitar abad ke XVII dikatakan bahwa agama Islam sudah
menyebar ke seluruh pelosok Nusantara. Penyebaran itu tidak lain yakni dengan
cara perkawinan, perdagangan, birokrasi pemerintahan, pendidikan, seni dan
lain-lain[11].
Penutup
Setelah
mengetahui secara umum dan terperinci mengenai keberadaan dan perkembangan
Islam di Indonesia penulis mengambil kesimpulan bahwa penyebaran agama Islam di
Indonesia dilakukan secara damai dan aman. Penyebaran dilakukan dengan sopan
dan bersifat persuasif sehingga menaruh simpatik masyarakat setempat. Selain
itu peran saudagar menjadi sangat penting dalam sejarah Islam di Indonesia itu
sendiri. Bayangkan jika mereka tidak melakukan pelayaran untuk mencari
rempah-rempah maka dengan pasti Islam tidak mungkin ada seperti adanya saat
ini. Cara penyebaran yang dilakukan secara damai melalui dialog dan membangun
relasi adalah sebuah metode. Setelah itu baru terjadinya perkawinan sehingga
mudah sekali masyarakat terpikat. Yang menjadi menarik di sini adalah
penyebaran dilakukan kepada masyarakat akar rumput atau golongan bawah setelah
itu baru golongan menengah ke atas. Meskipun penyebarannya agak sulit dan
memakan waktu yang panjang namun dibalik kesusahan atau penderitaan kini mereka
memetik buahnya yakni mayoritas penduduk Indonesia saat ini menganut agama
Islam. Hal itu berarti pada zaman dahulu para saudagar, para Mubalig dan para
penyiar melakukan atau meletakan batu yang kokoh sehingga bangunan iman yang
bangun tidak lekang atau hilang seiring dengan persoalan dalam kehidupan.
Daftar Pustaka
Aboebakar
Aceh. Sekitar Masuknya Islam ke Indonesia.
Solo: Ramadhani, 1985.
Ensiklopedia Islam . Jakarta: PT. Ictiar Baru Van
Hoeve, 1993.
.
Sofwan,
Ridin, H. Wasit, dan H. Mundiri.
Islamisasi di Jawa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000.
Team
Penyusun Naskah Monografi Kerukunan Hidup Beragama, Monografi Kelebagaan Agama di Indonesia. Jakarta: 1981/1982.
Vlekke,
Bernard H. M. Nusantara Sejarah Indonesia.
Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), 2008.
[1] Ensiklopedia Islam , Jakarta: PT. Ictiar Baru Van Hoeve, 1993, hlm.
214.
[2] Team Penyusun Naskah Monografi
Kerukunan Hidup Beragama, Monografi
Kelebagaan Agama di Indonesia, Jakarta: 1981/1982, Hlm. 51.
[3] KH. Aboebakar Aceh, Sekitar Masuknya Islam ke Indonesia,
Solo: Ramadhani, 1985, hlm. 7.
[5] Team Penyusun Naskah Monografi
Kerukunan Hidup Beragama, Op.cit.,
hlm. 6.
[6] Bernard H. M. Vlekke, Nusantara Sejarah Indonesia, Jakarta:
KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), 2008,hlm. 89.
[8] bdk
Team Penyusun Naskah Monografi Kerukunan Hidup Beragama, Op.cit., hlm. 52-58.
[9]
Ridin Sofwan, Ridin, H. Wasit, dan H. Mundiri, Islamisasi di Jawa, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000, hlm. 7.
[10] Team Penyusun Naskah Monografi
Kerukunan Hidup Beragama, Op.cit., hlm.57-58.
[11] Ensiklopedia Islam., Op.cit., hlm. 216.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar