Kamis, 01 November 2018

SEJARAH ISLAM DI INDONESIA





Yosep Belen Keban 




Pendahuluan

Berbicara mengenai sejarah berarti kita berbicara mengenai sesuatu peristiwa yang terjadi pada masa lampau. Peristiwa itu dikisahkan kembali oleh para penutur sehingga banyak versi yang ditemukan. Berkaitan dengan hal itu maka patutlah dilakukan sebuah kajian historis atau pembelajaran kembali agar menemukan data-data yang pasti. Diskursus mengenai sejarah akan mendapat tempat atau posisinya apabila dilakukan secara baik dan mengedepankan data-data historis. Dalam uraian paper ini penulis mencoba mengangkat ke permukaan data-data historis agama Islam di Indonesia. Adapun tujuan dari penulisan ini adalah untuk meningkatkan rasa ingin tahu atau menamba wawasan pengetahuan dan cakrawala berpikir akan Islam di Indonesia dan penjabaran-penjabarannya. Bagaimana awal mula Islam di Indonesia dan bagaimana cara penyebarannya sehingga eksistensi Islam hampir ada di setiap daerah? Di mana pertama kali bibit agama Islam ini bersemi? Siapa saja yang terlibat dalam penyebarannya? Semua itu akan diuraikan oleh penulis dalam paper ini. Penyebaran agama Islam di Indonesia hanyalah sebuah motif kecil dalam perpolitikan oleh para penguasa saat ini. Mereka mengambil hati penduduk dengan gaya persuasif dan penuh sopan santun sehingga para penduduk lokal menaru simpatik kepada mereka. Mereka adalah para saudagar yang datang dari Arab, Cina dan India untuk mencari rempah-rempah.

Panorama Umum
            Menurut data-data sejarah bahwa perkembangan dan penyebaran agama Islam di Indonesia atau Islam tiba di Indonesia untuk pertama kalinya pada abad ketuju atau kedelapan masehi yang dibawa langsung oleh para saudagar dari Arab, Persia dan India[1]. Keberadaan Islam di Indonesia tentu tidak terlepas dari peran penting para saudagar yang pada saat itu yang menjelajahi wilayah-wilayah yang memiliki potensi alam yang menjanjikan. Mereka tidak hanya sebagai penjelajah bumi Indonesia dalam mencari rempah-rempah tetapi sekaligus sebagai guru atau pengajar agama Islam. Alasan lain dalam sejarah yang mengatakan bahwa mula-mula Islam dibawa masuk oleh para saudagar India, Gujarat adalah  hubungan dagang antara orang-orang Hindu dengan orang-orang Indonesia sebelum memeluk Islam. Selain itu pula sebab Gujarat adalah pelabuhan yang terpenting tempat bertolaknya para saudagar Hindu maupun Islam ke Indonesia. Alasan lain juga yakni ditemukan nama-nama yang terkubur adalah erasal dari bangsa India atau Persia.
            Dalam perjalanan mencari rempah-rempah itu daerah pertama yang disinggahi oleh para saudagar adalah daerah Sumatera. Bukti paling kuat dan tua kehadiran orang Islam ditemukan disepanjang jalur perdagangan mulai dari Sumatera di barat sampai pada Maluku di wilayah timur. Agama baru ini diduga sampai di Maluku sebelum akhir abad ke XV. Di sana para saudagar mulai mengajar banyak hal mengenai agama Islam kepada para penduduk setempat. Usaha mereka dinyatakan berhasil atau memuaskan. Hal ini ditandai dengan pendirian wilayah kerajaan. Dikatakan bahwa kerajaan Islam pertama di Indonesia adalah kerajaan Pasai di daerah Aceh[2].Benih Islam pertama di tanah Sumatera Utara ini datang dari tanah Mekkah sendiri yang dibawah langsung oleh Syeich Ismail[3]. Ia yang menyiarkan agama Islam di sana dan mengislamkan raja Pase dan secara perlahan Islam menyebar dikalangan masyarakat luas. Berkaitan hal ini tentu merujuk pada catatan-catatan historis yang ditinggalkan oleh seorang Vanesia Marco Polo dari abad ke XIII dan juga kisah pelayaran dari seorang peninjau Arab Ibn Batutah yang masih ada pada abad ke XIV[4]. Dalam catatan historis Marco Polo ditemukan tulisannya mengenai keberadaan Islam di Indonesia. Dikatakan dalam tulisan itu adalah demikian Islam sudah berada di Indonesia pada tahun 1292 di mana Islam sudah menguasai kerajaan-kerajaan kecil  di Sumatera dan salah satunya adalah Ferlec[5].
            Perkembangan atau penyebaran agama Islam terbilang cukup cepat lajunya sebab mereka tidak hanya mengajar tetapi berusaha membangun tangga relasi antar penduduk pribumi. Sejak awal fenomena Islam di Indonesia selalu bergerak di masyarakat akar rumput atau bercorak masyarakat pinggiran kota (urban phenomenon), merekalah yang pertama-tama memeluk agama Islam setelah itu baru kalangan atas. Ajaran Islam mengenai persamaan hak juga menjadi trending topic sehingga banyak menaruh minat dan simpatik. Relasi yang dibangun itu kemudian menjadi relasi keluarga dan bahkan terjadinya relasi perkawinan. Oleh karena terjadinya pencampuran perkawinan antara penduduk pribumi dan para saudagar maka secara perlahan juga menyebar juga ajaran Islam itu sendiri. Dengan adanya sistem perkawinan maka sistem sosial budaya di tempat itu juga mengalami perubahan yang signifikan. Boleh dikatakan bahwa perkawinan menjadi itu yang membuat penyebaran agama Islam semakin dikenal luas sehingga banyak yang di”tobatkan”. Mula-mula dari ruang lingkup yang kecil namun seiring perkembangan waktu terbentuklah kelompok yang besar dengan berpedoman pada nilai-nilai hidup dan norma yang ada. Oleh karena demikian maka ada gaung untuk membentuk sebuah Negara. Proses itu terbilang memakan waktu yang panjang.
            Perkembangan dan penyebaran agama Islam di Indonesia tidak hanya di wilayah Sumatera-Aceh namun dari sana mereka menyebar ke wilayah-wilayah lainnya seperti ke Malaka dan ke pulau Jawa. Di Malaka perkembangannya cukup pesat sehingga menyebar sampai ke Melayu. Pada abad ke XV Malaka sangat dikenal dikawasan Asia karena merupakan wilayah perdagangan dan perniagaan Asia. Wilayah ini pada waktu itu berada dibawah kekuasaan kerajaan Majapahit. Akan tetapi kekokohan kerajaan Majapahit sebagai penguasa Asia Tenggara tidak berlangsung lama. Melihat hal itu para pemimpin Malaka mengatur strategi untuk membangun kerajaan kecil. Mereka mulai mencari siasat dengan menahan menahan kapal-kapal perdagangan yang melewati atau berlayar dari India, Cina menuju Indonesia. Dengan demikian perlahan Malaka terkenal sebagai rumah singgah kapal-kapal yang berlayar untuk membayar pajak. Di sinilah tempat bertemunya para pedagang dan para nelayan. Oleh karena pertemuan ini maka lahirlah semangat kekeluargaan. Dari sini pula Islam itu berkembang dengan pesat. Oleh karena perjumpaan itu mereka membentuk sebuah Negara. Negara yang dibentuk adalah kesultan Malaka[6]. Pendirian kota Malaka ini sangat beruntung karena bertepatan dengan imperium Cina di bawa dinasti kaisar Ming. Oleh karena itu kekuasaan Malaka yang sebelumnya berada dibawa kekuasaan Majapahit beralih membayar upeti kepada pemimpin Cina. Hal ini berawal dari dialog yang dibangun antara pemimpin Malaka dan pemimpin Cina yang mana para penduduk lokal sudah menaru simpatik yang mendalam kepada para orang Cina yang sebelumnya sudah datang ke Malaka menjelaskan visi mereka dengan gaya persuasif dan sopan. Hubungan antara kedua wilayah ini sangat erat dan berlangsung dalam waktu yang panjang.
Dalam kurun waktu itu, kerajaan Majapahit semakin lama semakin goya dan terguncang sehingga adanya peralihan takhta kerajaan Majapahit kepada sebuah dinasti yang baru dan perpindahan kediaman raja dari Majapahit ke Keraton baru. Seiring berjalannya waktu perlahan-lahan Cina semakin dihormati dan disegani sehingga pada tahun 1914 ketika itu pengusaha Malaka yang bernama Muhammad Iskandar Syah mengunjungi Cina ia mengatakan bahwa keluarga penguasa Malaka entah sudah masuk Islam atau digantikan oleh dinasti Muslim yang baru. Hal ini ditandai adanya tulisan di batu-batu nisan raja-raja. Batu nisan itu diimport dari Gujarat dan prasasti itu ditulis dalam bahasa Arab, bahasa suci dan tulisan Islam[7].  Sementara di pulau Jawa sendiri dibawakan langsung oleh  Maulana Malik Ibrahim yang pernah melakukan studi di Pasai.

Penyebaran Islam di Kepulauan Indonesia[8]
             Penyebaran agam Islam di wilayah Nusantara dilakukan dengan cara damai dan aman melalui perdagangan, perkawinan dan relasi dalam kehidupan. Penyebaran ini membangun sebuah basis massa yang kuat sehingga menjadi ancaman kuat bagi bangsa-bangsa lainnya secara politis. Oleh karena ini maka lahirlah ketakutan atau kecemasan sehingga muncullah persoalan atau permusuhan. Persoalan ini berawal dari kehadiran bangsa Protugis itu sendiri. Kehadiran mereka memporak-porandakan sistem sosial dan kekuatan kerajaan di Malaka. Oleh karena itu, banyak kaum Islam melakukan perjalanan atau melarikan diri dari Malaka. Mereka kemudian tersebar diberbagai tempat sehingga di sana mereka menjadi penyiar agama Islam itu sendiri. Jasa mereka sungguhlah berarti. Berikut akan diuraikan secara singkat perkembangan Islam di Nusantara.
Ø  Islam di Sumatera

Setelah Malaka jatuh ke tangan bangsa Protugis, para saudagar menyingkir ke Sumatera Selatan. Sehingga pada akhir abad ke XV Islam sudah tersebar di sana. Islam berada di sana dibawa oleh seorang mualig yang bernama Menak Kepala Bumi. Selain itu Sultan Hasanuddin juga pernah mengirim utusan ke sana yang bernama Ki Amar. Oleh karena penyebarannya sangat cepat maka ditobatkan seorang bupati yang dahulunya di bawah kekuasaan Majapahit. Ia adalah Aria Abdillah. Dari dialah diutusnya Raden Fatah utuk belajar pendidikan Islam. Raden Fatah kemudian mendirikan kerajaan Demak (Islam Demak).
Kerajaan yang bercorak Islam di Palembang jatuh pada awal abad ke XVI namun penduduk setempat tetap meyakini ajaran mereka sampai dengan saat ini.

Ø  Islam di Kalimantan
Keberadaan Islam di tanah Kalimantan  dipengaruhi oleh dua hal yakni masuknya para pedagang. Para pedagang itu datang dari Malaka dan hal itu karena Malaka jatuh ke tangan Protugis. Para pedagang itu mendiami pesisir pantai wilayah barat Kalimantan lalu menyebarkan diri sampai ke pantai Utara.
Selain para pedagang yang masuk ke daerah ini ada juga hal lain yang mempengaruhinya yaitu dikirimnya utusan atau Mubalig dari kerajaan Islam Demak ke daerah Kalimantan bagian Selatan. Oleh karena itu di sana para Mualig itu menyebarkan agama Islam sehingga mendirikan juga sebuah kerajaan. Kerajaan itu adalah kerajaan Banjar. Pangeran Antasari adalah seorang tokoh yang terkenal dalam sejarah berkaitan dengan pengusiran penjajah.
Ø  Islam di Sulawesi

Berdasarkan data sejarah bahwa ketika bangsa Protugis tiba di daerah ini sekitar tahun 1540 Masehi penduduk pribumi di sana ada yang sudah memiliki agama. Agama yang dipeluk adalah Islam. Temuan ini menjadi nyata di mana ditandai pada abad ke XVII lahirlah sejumlah kerajaan Islam seperti: Makasar, Bugis, Luwu, dan lain-lain. Raja yang pertama kali memeluk agama Islam adalah raja Sultan Aladin Awwalul Islam beserta wazir besarnya yang bernama Karaeng Matopa. Oleh karena Raja setempat memeluk agama Islam yang pertama maka secara otomatis para penduduknya juga mengikuti raja itu sendiri.

Keberadaan Islam di Sulawesi juga tidak terlepas dari para Mubalig dari Minangkabau yang merantau ke Timur. Mereka tidak hanya merantau mencari sesuap nasi di tanah orang namun kehadiran mereka juga membawa berkat bagi para masyarakat Sulawesi untuk berkeyakinan atau memeluk agama Islam. Kehadiran para Mubalig ini membawa respon posistif dan berhasil sehingga melahirkan mubalig-mubalig Makasar. Para mubalig Makasar kemudian memperluas wilayah mereka ke Wajo, Soppeng, Sindreng, Ternate, dll.

   Pengaruh kuat Islam tidak hanya di Makasar tetapi juga di Bugis. Walaupun sulit namun usaha penyebaran agama di daerah ini juga terbilang berhasil. Keberhasilan itu ditandai dengan seorang tokoh yang terkenal sampai di Aceh yakni Daeng Mansur yang kemudian hari disebut Tengku di Bugis. Orang-orang Bugis sendiri dilabeli sebagi para pengembara yang mengarungi lautan sehingga mereka juga memiliki peranan yang penting dalam sejarah penyebaran agama secara damai.

Ø  Islam di Maluku dan Irian Jaya
          Pada waktu itu kedua wilayah ini sangat terkenal dengan hasil rempah-rempahnya. Oleh karena hasil alam ini maka para saudagar melirik dan berlayar menuju daerah ini khususnya di Maluku. Menurut data sejarah Islam masuk daerah Ternate pada tahun 1440. Raja Islam masuk  menjadi Islam pada tahun 1495 setelah pergi ke Gresik setelah itu disusul patinya yang bernama Pati Putah dari Amboina. Pati ini belajar agama Islam di pulau Jawa. Setelah kedua orang yang berpengaruhi ini memeluk agama Islam secara perlahan Islam meramba ke seluruh daerah di Malaku.
           Setelah Ternate, kerajaan lain yang tidak kala pengaruhnya ialah kerajaan Tidore. Kekuasaan kerajaan ini meliputi sebagain Halmahera, sebagian kepulauan Seram dan pantai Barat Irian. Perkembangan Islam mencapai puncak pada abad XV. Penganjur agama yang sukses dan berjasa adalah Syekh Mansur. Diketahui juga bahwa raja Tidore yang pertama kali memeluk agama Islam adalah Cirali Lijitu yang kemudian berganti nama dengan Sultan Jamaluddin.
           Selain kedua kerajaan itu ada pula kerajaan lainnya yakni Bacan. Wilayah dari kerajaan ini meliputi kepulauan Bacan, Waigeo, Solowati dan Misool, termasuk wilayah Kepala Burung daratan Irian Jaya. Diketahui pada tahun 1520 raja Bacan yang bernama Zainulabidin memeluk agama Islam.
          Selain Ternate, Tidore dan Bacan juga ada kerajaan yang bernama Jailolo. Wilayah kekeuasaan meliputi Halmahera dan pesiar Utara pulau Seram yang berdiri pada tahun 1521 M. Berdirinya kerajaan ini juga intervensi dari para mubalig Muslim pada waktu itu.

Ø  Islam di Nusa Tenggara
                 Berdasarkan data historis bahwa perkembangan agama Islam di daerah ini sekitar abad ke XVI. Wilayah nusantara yang meliputi Sumbawa, Bima dan Lombok. Perkembangan Islam sampai di wilayah ini tidak lain adalah misi perdagangan itu sendiri. Hal ini juga ditandai dengan adanya hubungan perniagaan dengan kerajaan Bugis dan Makasar. Hal yang sebagai petunjuk sejarah adalah ditemukan makam penyiar Islam dari Makasar  dan Sultan Bima di Bima.
                 Di Sumbawa sendiri ketika terjadi ledakan atau letusan gunung Tambora pada tahun 1815, Haji Ali seorang pemimpin dan mubalig di daerah ini menyampaikan pesan pertobatan. Pesan itu membawa kabar gembira bagi para Islam di mana banyak beralih ke agama Islam. Sedangkan daerah Lombok juga menjadi sasaran penyebaran agama Islam sendiri. Kebanyakan mubalig datang dari  Bugis.
                        Sedangkan penyebarluasan Islam diwilayah lain di nusantara seperti Flores. Sumba dan Timor berlangsung setelah penjajahan oleh bangsa Belanda berada di Indonesia. Yang berperan  penting dalam penyebarluasan agama Islam di sana adalah para tokoh penting yang dibuang ke daerah ini. Mereka datang dari Jawa, Aceh, dan Sumatera Barat. Jasa mereka sebagai penyiar agama menjadi fondasi iman Islam di sana.

Ø  Islam di Jawa

              Sebelum kehadiran agama Islam di tanah Jawa, masyarakat setempat sudah memiliki kultur yang sangat tinggi. Mereka memiliki aneka kebudayaan dan seni. Hal ini diketahui sejak pada zaman kerajaan-kerajaan yang ada. Kerajaan yang berkembang di zaman itu yakni Majapahit, Medangkemulan, Mataram lama, Taruma Negara, Pajajaran, Jengala, dan Singosari. Boleh dikatakan bahwa masyarakat setempat memiliki daya kreativitas dan sumber manusia yang tinggi ketimbang tempat-tempat lain. Melihat tingginya kebudayaan di tanah Jawa ini maka para penyebar agama Islam merubah cara atau metode pengajarannya. Perubahan itu tentu dilakukan secara damai sama seperti penyebaran Islam di tanah Nusantara lainnya.
               Penyebaran agama Islam di Jawa sama seperti di daerah-daerah lainnya yakni dilakukan secara damai dan aman. Hanya di Jawa penyebaran agama dilakukan melalui proses asimilasi dan akulturasi sehingga oleh masyarakat setempat dirasakan sebagai kelanjutan dari sesuatu yang telah ada dalam kebudayaan mereka. Berdasarkan sejarah bahwa penyebaran agama Islam dilakukan oleh para Wali. Atau dengan kata lain peran para Wali sangat penting dalam penyebaran agama Islam di Jawa. Para Wali ini terdiri dari Sembilan wali sehingga disebut dengan “Wali Songo”. Kata walisongo berasal dari perpaduan dua bahasa yakni Arab dan Jawa. Wali merupakan singkatan dari Waliyullah yang berasal dari bahasa Arab yang berarti “orang yang dicintai dan mencintai Allah” sedangkan kata Songo berasal dari bahasa Jawa yang berarti sembilan. Dengan demikian, kata “Wali Songo” berarti Sembilan orang yang mencinta dan dicintai oleh Allah[9]. Berikut ini akan dibahas kesembilan wali itu dalam penyebaran agama Islam di Jawa serta karya-karya mereka di tanah Jawa. Kesembilan wali itu adalah:[10]      
§  Syekh Maulana Malik Ibrahim. Dia sangat terkenal sebagai tokoh yang memiliki ide untuk membuat Pondok Pesantren yang pertama. Dia juga sebagai mubalig yang membawa Islam di tanah Jawa usai studi di Pasai.

§  Raden Rahmat atau Sunan Ampel. Dia dikenal sebagai tokoh pencipta pertama “Asrama Kesatria” di Ampel Surabaya. Di samping itu ia juga berperan dalam penyebaran Islam di Jawa Timur. Ia juga sebagai penggagas kerajaan Islam Demak. Kerajaan ini merupakan kerajaan Islam di tanah Jawa.


§  Sunan Mahdum Ibrahim atau Sunan Bonang. Ia adalah putera dari Sunan Ampel penyebar Islam di pesisir sebelah Utara Jawa Timur. Ia juga pencipta gending (irama) Durma.

§  Raden Paku atau Sunan Giri. Ia adalah penyair Islam ke daerah Sulawesi dan Nusa Tenggara. Pencipta cara pendidikan dengan permaianan yang berciri keagamaan.
§  Syarif Hidayatulla atau Sunan Gunung Jati atau juga disebut Fatahillah. Ia yang mendirikan kota Jayakarta yang saat ini sebagai kota Negara R.I.

§  Jafar Sadik atau Sunan Kudus. Ia sebagai penyiar Islam di daerah Jawa Tengah di pesisir sebelah utara, pencipta gending Mas Kumambang dan Mijil. Ia juga dikenal sebagai sebagai pujangga yang berciri keagamaan.

§  Raden Prawoto atau Sunan Muria Pada. Ia adalah pencipta gending Sinom dan Kinanti. Ia juga sebagai penyiar Islam dengan gaya pendekatan kepada para nelayan, pelaut, dan pedagang. Ia juga yang mempertahankan gamelan sebagai  sampai satu-satunya kesenian Jawa yang menjadi kegemaran masyarakat sampai saat ini. Dengan kesenian demikian dimasukanlah nafas agama Islam kepada masyarakat sehingga cepat atau muda menangkapinya.

§  Sarafuddin atau Sunan Drajat. Ia adalah putera dari Sunan Ampel, pencipta gending Tampur dan seorang sosiawan yang suka menolong kaum-kaum kecil atau tertindas.

§  R.M. Syahid atau Sunan Kalijogo. Ia adalah pencipta wayang kulit dan penggubah cerita yang bernafas Islam. Ia menyiarkan agama Islam di wilayah bagian Jawa Tengah ke bagian Selatan.


   Penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh para Wali ini mendapat tempat dihati masyarakat Jawa. Penyebaran agama yang dilakukan oleh para Wali ini sungguh-sungguh berhasil. Keberhasilan itu dapat dilihat di mana saat ini para penduduk di Jawa mayoritasnya memeluk agama Islam. Menurut data historis bahwa sekitar abad ke XVII dikatakan bahwa agama Islam sudah menyebar ke seluruh pelosok Nusantara. Penyebaran itu tidak lain yakni dengan cara perkawinan, perdagangan, birokrasi pemerintahan, pendidikan, seni dan lain-lain[11].

Penutup
            Setelah mengetahui secara umum dan terperinci mengenai keberadaan dan perkembangan Islam di Indonesia penulis mengambil kesimpulan bahwa penyebaran agama Islam di Indonesia dilakukan secara damai dan aman. Penyebaran dilakukan dengan sopan dan bersifat persuasif sehingga menaruh simpatik masyarakat setempat. Selain itu peran saudagar menjadi sangat penting dalam sejarah Islam di Indonesia itu sendiri. Bayangkan jika mereka tidak melakukan pelayaran untuk mencari rempah-rempah maka dengan pasti Islam tidak mungkin ada seperti adanya saat ini. Cara penyebaran yang dilakukan secara damai melalui dialog dan membangun relasi adalah sebuah metode. Setelah itu baru terjadinya perkawinan sehingga mudah sekali masyarakat terpikat. Yang menjadi menarik di sini adalah penyebaran dilakukan kepada masyarakat akar rumput atau golongan bawah setelah itu baru golongan menengah ke atas. Meskipun penyebarannya agak sulit dan memakan waktu yang panjang namun dibalik kesusahan atau penderitaan kini mereka memetik buahnya yakni mayoritas penduduk Indonesia saat ini menganut agama Islam. Hal itu berarti pada zaman dahulu para saudagar, para Mubalig dan para penyiar melakukan atau meletakan batu yang kokoh sehingga bangunan iman yang bangun tidak lekang atau hilang seiring dengan persoalan dalam kehidupan.
           


Daftar Pustaka


Aboebakar Aceh. Sekitar Masuknya Islam ke Indonesia. Solo: Ramadhani, 1985.

Ensiklopedia Islam . Jakarta: PT. Ictiar Baru Van Hoeve, 1993.
.
Sofwan, Ridin, H. Wasit, dan H. Mundiri. Islamisasi di Jawa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000.

Team Penyusun Naskah Monografi Kerukunan Hidup Beragama, Monografi Kelebagaan Agama di Indonesia. Jakarta: 1981/1982.

Vlekke, Bernard H. M. Nusantara Sejarah Indonesia. Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), 2008.



[1] Ensiklopedia Islam , Jakarta: PT. Ictiar Baru Van Hoeve, 1993, hlm. 214.
[2] Team Penyusun Naskah Monografi Kerukunan Hidup Beragama, Monografi Kelebagaan Agama di Indonesia, Jakarta: 1981/1982, Hlm. 51.
[3] KH. Aboebakar Aceh, Sekitar Masuknya Islam ke Indonesia, Solo: Ramadhani, 1985, hlm. 7.
[4] Ibid., hlm.3.
[5] Team Penyusun Naskah Monografi Kerukunan Hidup Beragama, Op.cit., hlm. 6.
[6] Bernard H. M. Vlekke, Nusantara Sejarah Indonesia, Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), 2008,hlm.    89.
[7]Ibid.,hlm. 91-92.
[8]  bdk Team Penyusun Naskah Monografi Kerukunan Hidup Beragama, Op.cit., hlm. 52-58.
[9]  Ridin Sofwan, Ridin, H. Wasit, dan H. Mundiri, Islamisasi di Jawa, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000, hlm. 7.
[10] Team Penyusun Naskah Monografi Kerukunan Hidup Beragama, Op.cit., hlm.57-58.
[11] Ensiklopedia Islam., Op.cit., hlm. 216.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar