Minggu, 29 Desember 2019

Sukacita Natal di Lembah Maku-Ole


(Yosep Belen Keban)



Sukacita Natal membawa kesan tersendiri bagi orang yang merayakan pesta iman ini di Desa Lewotanah Ole. Lewotanah Ole yang terletak di Kecamatan Solor Barat-Kabupaten Flores Timur ini memiliki sebuah tradisi yang unik. Tradisi ini sudah lama diturunkan oleh nenek moyang sehingga menjadi rutinitas setiap pesta iman baik Natal, Tahun Baru, maupun Paskah. Ketika hari Natal, Tahun Baru ataupun Paskah tiba, para kaula muda atau orang tua berkumpul lalu berembuk untuk melaksanakan tradisi ini. Orang Lamaole-Lewomaku melabeli tradisi itu dengan “o elele”. Terminologi o elele menjadi viral dan dilabeli pada tradisi unik ini karena berawal dari sebuah lagu lokal yang selalu dinyanyikan dalam tadisi ini. Berikut pendarasan syair lagunya: “o elele..o elele lau mori elele.....” Lagu ini merupakan lagu kesukaan yang terus dinyanyikan oleh tiap generasi dalam tradisi ini.
Tradisi o elele yang dilakukan oleh masyarakat suku Lamaole-Lewomaku merupakan sebuah ekspresi hati manusia yang merasa bahagia dan senang dalam merayakan pesta iman. Mereka mengekspresikan diri lalu berjalan mengelilingi kampung dari rumah ke rumah (door to door) untuk memberikan salam damai Natal atau tahun baru dan juga paskah bagi sesama yang mendiami kampung tersebut. Tradisi ini juga menjadi persuaan dan komitmen untuk membangun tali persaudaraan di antara mereka dalam kehidupan sosial. Mereka memberikan salam sambil berangkulan dan memohon maaf apabila ada kesalahan selama hari-hari berjalan. Apabila ada tutur kata, tindak tanduk dalam kehidupan sosial yang membuat hubungan persaudaraan menjadi retak atau renggang maka tradisi ini hadir sebagai media persatuan dan keutuhan antar sesama. Tradisi ini menjadi menarik bila dilakukan interprestasi lebih lanjut.
Pelaku dari tradisi O elele ini adalah para lelaki baik tua maupun muda yang berkeinginan bergabung untuk meriarayakan pesta iman ini. Mereka berjalan dari rumah ke rumah sambil bernyanyi menghibur diri dan diiringi musik gitar dan gendang. Mereka masuk dari tiap rumah dan memberikan salam bagi anggota keluarga yang dikunjungi. Menariknya ketika gerembolan musik itu tiba di depan rumah mereka menyanyikan lagu “ o saudara minta permisi kami masuk di rumah ini, ole kesenangan dihari ini tibalah, melambai-lambai sapu tangan saudara...” dan ketika mau pulang mereka menyanyikan lagu “o saudara minta permisi kami tinggalkan rumah ini...”. Sangat menarik ketika disimak begitu ada rasa sukacita dan karakteristik sopan santun yang termaktub dalam budaya ini. Dalam kunjungan itu, tuan rumah menyambut kelompok musik itu dengan hidangan alakadarnya. Mereka menyiapkan arak (minuman khas Lamaholot) apabila ada, siri pinang, air putih, tambo ikan bakar, ikan goreng dll serta rokok. Tuan rumah menyambut mereka dengan begitu ramah.
Ulasan singkat jalannya tradisi “o elele” di atas yang dihidupi oleh masyarakat suku Lamaole-Lewomaku di desa Lewotanah Ole adalah sebuah kearifan lokal atau lokal wisdom setempat. Budaya ini mengandung aneka nilai kehidupan yang termaktub indah di dalamnya. Ada nilai etika, nilai sosial, nilai persaudaraan dan nilai religius. Nilai-nilai itu dihidupi oleh masyarakat setempat dalam keseharian hidupnya. Dan perayaan iman menjadi ajang yang pas untuk saling memberikan maaf dan bersilaturahmi. Dugaan kuat tradisi ini lahir dari konsensus para tetua atau sesepuh dahulu kala untuk meriarayakan pesta iman atau mengekspresikan diri mereka dalam merayakan pesta iman ini dengan bernyanyi keliling kampung sambil diiringi musik juk, gendang, dll sebab pada zaman dahulu kala belum ada listrik, tape, dll seperti saat ini. Lalu menjadi pertanyaannya adalah apakah tradisi ini akan menjadi sebuah tradisi yang akan dipertahankan atau dihidupi oleh generasi Lamaole-Lewomaku mengingat Lamaole-Lewomaku saat ini sudah berada dalam jalur perkembangan modernisasi-westernisasi? Pertanyaan ini tentu saja berasal dari pengalaman penulis ketika melihat secara langsung tingkat partisipasi masyarakat yang semakin sedikit. Jika tradisi ini hilang maka nilai-nilai yang melekat erat dalam trasisi O Elele ini dengan sendirinya lenyap.



Minggu, 08 Desember 2019

Kristus Raja Pelindung Stasi Lamaole


Yosep Belen Keban

Kristus Raja Semesta Alam yang dirayakan oleh Umat Katolik seluruh dunia pada hari minggu 24 November 2019 merupakan titik pergumulan dan perefleksian iman umat yang mendalam akan keagungan atau kemahabesaran Tuhan. Tuhan yang merajai Alam Semesta dan segala isinya dirayakan dengan begitu gembira bahkan dibeberapa daerah dirayakan secara unik. Stasi Kristus Raja Lamaole merupakan sebuah stasi yang merayakan secara unik dalam Hari Raya ini. Gereja Kristus Raja Lamaole merupakan sebuah Gereja stasi di Paroki St. Yohanes Pembaptis Ritaebang yang berada dibawah naungan Keuskupan Larantuka.
Umat Stasi Kristus Raja Lamaole yang berada di Desa Lewotanah Ole memiliki sebuah tradisi iman yang unik. Tradisi itu dilaksanakan setiap malam pada tanggal 24 November. Malam itu mereka melakukan perarakan patung Kristus Raja mengeliling kampong. Patung tersebut dibaluti dengan pakaian adat setempat (kewatek-nowing-lido) dan digopong oleh para utusan dari tiap Komunitas Basis Gerejani (KBG) yang mana berbusana hitam-putih dan berselendangkan kain adat setempat. Momen ini menjadi hari terindah di Lembah Maku-Ole sebab tua muda besar kecil turun ke jalan sambil memegang lilin di tangan dan mendaraskan doa serta nyanyian rohani. Sungguh sebuah peristiwa iman yang betul-betul lahir dari kontek kehidupan umat setempat. Ada 4 armida utama yang sudah dihiasi dengan begitu indah. Keempat armada itu sesuai dengan jumlah KBG yang ada di stasi ini. Siang hari sebelum prosesi, mereka sudah mempersiapkan armida serta aneka orkestranya. Mereka juga membuat pagar untuk menyimpan lilin di sepanjang jalan prosesi. Sungguh sebuah tradisi yang indah. Sebelum prosesi dilaksanakan, umat diarahkan untuk melakukan ibadah di gereja dan setelah itu dilanjutkan dengan prosesi keliling kampung. Keesokan harinya pada Hari Raya Kristus Raja ada perayaan Ekaristi Kudus dan setelah itu dilanjutkan dengan acara syukuran bersama. Sesungguhnya perayaan Hari Raya ini dan juga sebagai pelindung stasi Lamaole, umat sungguh merasakan perayaan iman. Ini ibarat sebuah oase iman di zaman kini yang penuh dengan aneka pergumulan kehidupan. Bagi umat setempat tradisi iman seperti ini merupakan sebuah terobosan baru yang dilakukan oleh Pemimpin Umat setempat dan hal ini baru dilakukan beberpa tahun belakangan ini sehingga patut dilakukan terus dan menjadi sebuah tradisi unik di stasi Lamaole.